JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kasus kopi sianida Jessica Wongso kembali mencuat pasca viralnya film dokumenter Netflix Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso.
Kini banyak publik beranggapan bahwa kematian Mirna Salihin mungkin bukan karena racun sianida.
Diketahui, dr Djaja Surya Atmadja selaku ahli forensik sekaligus dosen UI juga menyatakan hal senada, sebagaimana disampaikan di kanal YouTube dr Richard Lee.
Sebagaimana diketahui, Edi Darmawan Salihin awalnya menolak keras jasad Mirna Salihin untuk diotopsi.
Namun 3 hari kemudian, keluarga Mirna Salihin berubah pikiran dan mengizinkan jasad putri Edi Darmawan tersebut untuk diotopsi oleh dr Djaja Surya Atmadja.
Saat akan dilakukan otopsi, pihak keluarga Mirna berubah pikiran lagi. Akhirnya diputuskan bahwa jasad Mirna hanya boleh diambil sampel berupa isi lambung, darah, hati, dan urine.
"Waktu itu dibuka perutnya doang, diambil isi lambungnya. Ambil isi lambungnya, ambil jaringan hatinya, ambil darah, ambil urine. Udah, ditutup lagi," tutur dr Djaja Surya Atmadja, dikutip pada Sabtu (7/10).
"Nah dikirim, yang pertama racun dikirim ke puslabfor, hasilnya sianida negatif, tidak ada," tambahnya.
Namun, di lambung jasad Mirna Salihin ditemukan sianida meskipun dalam kadar kecil yaitu 0.2 mg. Dr Djaja menyebut bahwa sianida itu muncul karena pembusukan.
"0.2 mg itu kecil banget, logikanya kalau dia ada sianida besar, kemudian jadi kecil itu mungkin masuk di akal, tapi kalau tidak ada kemudian jadi ada itu kan tanda tanya, dari mana? Bisa juga karena pembusukan, pembusukan bisa menghasilkan sianida walaupun kecil," ucap dr Djadja.
Dokter Djadja menuturkan bahwa sianida itu bisa menyebabkan kematian jika masuk ke darah, bukan masuk ke lambung.
"Nah sekarang yang diperiksa lagi, tiosianat, saya mungkin harus cerita dulu apa yang terjadi dengan sianida kalau masuk ke orang. Sianida itu bisa bikin orang mati kalau dia sudah masuk ke darah, bukan masuk ke lambung," tutur dr Djaja Surya Atmadja.
Bukti lain bahwa Mirna Salihin tidak meninggal karena sianida lantaran tidak ada tiosianat di dalam hati, darah, dan urine.
"Salah satu tanda bahwa dia sudah kemasukan sianida adalah ada tiosianat di dalam hati, di dalam darah dan urine, dan pas diperiksa di air liur juga harusnya ada, tapi itu tidak ada," sambungnya.
Tak hanya itu, ia juga mengungkap bahwa wajah Mirna berwarna biru. Sementara, jika keracunan sianida, harusnya jasad korban berwarna merah terang.
"Saya lihat mukanya, salah satu tanda utama orang keracunan sianida adalah bikin mukanya merah terang, lebam mayatnya merah terang, ini lebam mayatnya biru, mukanya biru, semuanya biru jadi nggak cocok," ujar dr Djadja.
Ia menjelaskan bahwa kadar sianida yang mematikan jika dikonsumsi itu antara 150 mg hingga 250 mg, sedangkan dalam tubuh Mirna tidak sebanyak itu.
"Nah sekarang soal kadar, yang lethal dose itu dosisnya kalau dimakan tuh 50 persen orang pasti mati, itu antara 150 sampai 250 mg," kata dia.
Sehingga, disimpulkan bahwa kematian Mirna Salihin bukan karena racun sianida sebagaimana diyakini publik.
Adapun penyebab asli kematian Mirna, dr Djadja tak bisa memastikan karena jasad putri Edi Darmawan tersebut tidak diotopsi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi