MEDAN (RP) - Walau tak mengabaikan peringatan dari pemerintahan RI, namun bagi Pemerintahan Provinsi Aceh, Bulan Bintang dan Singa-Buraq, tetap merupakan bendera dan lambang dari masyarakat Aceh.
“Bagi kita, Provinsi Aceh lain dengan provinsi lain. Ini juga semangat perdamaian MoU Helsinki. Bagi kita, bulan bintang dan singa buraq tetap merupakan bendera dan lambang Aceh,” tandas Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf kepada wartawan usai acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Kantor Perwakilan Aceh Jalan Patimura, Medan, Sabtu (6/4).
Ditegaskanya, masalah bendera dan lambang telah lama dibahas dan kemudian menjadi kesepakatan seluruh rakyat Aceh melalui persetujuan yang ditetapkan oleh DPRA dalam sidang paripurna.
“Melalui sidang paripurna DPRA dan penetapan Gubernur ini sudah final dan tidak ada sangkut-menyangkut lagi dengan UU Indonesia karena itu kan hak spesial bagi rakyat Aceh,” tukas Muzakir Manaf yang akrab disapa Mualem ini.
Mengenai peringatan diberikan oleh pemerintahan RI, Mualem yang juga merupakan Ketua Umum Partai Aceh mengatakan, pihaknya akan melakukan pembicaraan dan berusaha duduk bersama membahas masalah ini.
“Peringatan ini sah-sah saja, namun masalah ini kan kembali saya katakan, ini sudah merupakan paripurna perwakilan rakyat Aceh di DPRA,” tandas Mualem lagi.
Terkait adanya penolakan beberapa daerah pihak menurutnya, mereka yang menolak merupakan segelintir orang saja dan dibiayai oleh orang-orang tertentu. “Mereka bukan orang-orang Aceh, mereka di luar Aceh.”
Tentang masyarakat dataran tinggi Gayo yang tetap menolak dan akan mendirikan provinsi sendiri bila tetap disahkannya lambang dan bendera bulan bintang, Mualem menyerahkan mereka itu untuk melaksanakan niatnya. Ditegaskan lagi, lambang dan bendera Aceh telah menjadi ketetapan rakyat melalui persetujuan mereka di DPRA.
Kembali Mualem mengatakan, Bendera Aceh Bulan Bintang dan Lambang Singa Buraq merupakan hasil perjuangan seluruh rakyat Aceh dulunya dalam menuntut kemerdekaan.
“Itulah hasil perjuangan jatuhnya korban dalam menuntut kemerdekaan dulu. Jadi tidak ada yang negatif. Kalau kemudian masyarakat mengibarkannya, itu hal emosionil terkait perjuangan mereka dulunya,” pungkasnya. (min)