LEPAS DARI JEBAKAN PENDAPATAN KELAS MENENGAH

Produktivitas dan Daya Saing Jadi Kunci

Nasional | Jumat, 06 Desember 2019 - 09:51 WIB

Produktivitas dan Daya Saing Jadi Kunci
PIDATO: Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyampaikan pidato pada The 9th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) di Nusadua, Bali, Kamis (5/12/2019). (JPG)

NUSADUA (RIAUPOS.CO) -- Indonesia diyakini mampu keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah atau middle income trap. Wamenkeu Suahasil Nazara menuturkan, beberapa hal harus dilakukan agar Indonesia dapat terhindar dari jebakan pendapatan kelas menengah.
Dalam jangka menengah, Indonesia butuh untuk tumbuh lebih tinggi, yakni pada kisaran 6–7 persen. Suahasil menyebutkan, peningkatan produktivitas dan daya saing amat diperlukan untuk meraih pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. 

”Sumber produktivitas yang kedua adalah tenaga kerja. Karena itu, untuk lima tahun berikutnya, presiden menginginkan perbaikan yang sangat signifikan di dalam kualitas sumber daya manusia,” ujarnya Kamis (5/12).


Di tengah era bonus demografi saat ini, Indonesia perlu memanfaatkan sumber daya manusia yang produktif dan kemajuan teknologi. ”Untuk mendorong daya saing, pemerintah juga menyederhanakan aturan dan menciptakan birokrasi yang lebih efisien serta melakukan transformasi ekonomi,” kata Suahasil.

Naoyuki Yoshino dari Asian Development Bank Institute (ADBI) menyampaikan, negara yang terjebak dalam pendapatan kelas menengah juga disebabkan ketidakmampuan dalam mengadaptasi teknologi. Untuk itu, penting untuk meningkatkan foreign direct investment (FDI). ”Jika FDI sudah masuk, negara dapat mengembangkan teknologinya sendiri. Dari sisi kebijakan fiskal, Indonesia juga dapat memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kepatuhan dan mencegah penggelapan pajak,” tutur Naoyuki.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo optimistis Indonesia mampu keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah alias middle income trap 2045. Hal itu diungkapkannya setelah dilantik sebagai presiden pada Oktober lalu. Jokowi bermimpi produk domestik bruto (PDB) bisa menyentuh USD 7 triliun saat umur RI genap satu abad. Dengan PDB sebesar itu, Indonesia akan termasuk lima besar negara dengan perekonomian maju dan tingkat kemiskinan mendekati 0 persen.

Sebelumnya, ekonom Indef Abra PG Talattov menilai target itu terlalu jauh. Menurut dia, lebih baik Jokowi terfokus pada pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Jika pemerintah ingin menjadi negara maju, pertumbuhan ekonomi yang dicapai minimal harus di level 8 persen per tahun. Dengan demikian, apabila pada 2045 Indonesia ditargetkan menjadi negara maju, pemerintah harus berani memasang target pertumbuhan ekonomi pada lima tahun ke depan di level 7 persen sampai 8 persen.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan Jepang menyepakati pembentukan kerangka kerja sama untuk mendorong penggunaan mata uang lokal guna penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung (local currency settlement). Kesepakatan tersebut dituangkan melalui penandatanganan nota kesepahaman oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Jepang Taro Aso kemarin. 

Perry mengungkapkan, kedua belah pihak mencapai kesepakatan terkait dengan inisiatif untuk mendorong penggunaan mata uang lokal dan penyelesaian perdagangan serta investasi langsung. Di antaranya, penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung dan perdagangan antarbank antara mata uang yen dan rupiah. ”Kerja sama ini akan diperkuat melalui sharing informasi dan diskusi secara berkala antara otoritas Jepang dan Indonesia,” ungkapnya.

Kolaborasi Kemenkeu Jepang dengan BI itu menandai pentingnya kerja sama keuangan bilateral antara Jepang dan Indonesia. Otoritas kedua negara memandang hal tersebut sebagai kontribusi positif dalam mendorong penggunaan mata uang lokal untuk penyelesaian perdagangan dan investasi langsung. (dee/ken/c12/oki)

Laporan JPG, Nusadua









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook