PADANG (RP) - Penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wali Kota Pariaman Mukhlis Rahman cs, menjadi perhatian publik. Diambilalihnya penanganan kasus itu dari Polda oleh Kejaksaan Tinggi Sumbar, membuat sebagian kalangan pesimis kasus ini bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Koordinator Gerakan Lawan Mafia Hukum Sumbar, Miko Kamal mengatakan, P-22 secara teknis adalah tamparan bagi kepolisian yang tidak mampu melengkapi alat bukti yang dibutuhkan untuk menjerat tersangka. Akan tetapi, yang perlu diawasi adalah kemungkinan kejaksaan mempermainkan kasus.
“Celah permainan itu dengan menyatakan alat bukti belum lengkap, padahal boleh jadi maksudnya untuk menutupi kasus. Karena itu, semua pihak harus mengawal kasus ini jangan sampai masuk angin dalam perjalanannya. Apalagi sampai keluar surat perintah penghentian penyidikan (SP3), dengan alasan alat bukti tidak kuat.
Polisi juga harus terbuka tentang kasus ini agar tidak dituduh tidak beres dan menutupi peluang memainkan perkara,” kata Miko Kamal kepada Padang Ekspres kemarin. Pernyataan itu disampaikan mantan ketua LBH Padang ini, menyikapi diambilalihnya kasus wako Pariaman cs oleh Kejati dari Polda Sumbar.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Vino Oktavia berpendapat, pengambilalihan kasus harus ada komitmen kepala Kejati dalam mempercepat penuntasan kasus agar segera dilimpahkan ke pengadilan. “Jangan sampai berlarut-larut, apalagi memperlemah penuntasan kasusnya, sebab korupsi adalah kasus kejahatan luar biasa yang harus diprioritaskan penanganannya. Ini amanat Inpres No 4/2005 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi,” tegas Vino.
Pengamat hukum dari Fakultas Hukum Unand Padang, Feri Amsari menambahkan, kejaksaan jangan coba-coba bermain dalam menindaklanjuti kasus tersebut. “Jika diketahui bermain nantinya, akan mencoreng nama baik institusi kejaksaan,” kata pegiat Gerakan Lawan Mafia Hukum Sumbar ini.
Pengambilalihan penyidikan kasus tersebut, dinilai Feri Amsari wajar. “Kejaksaan juga memiliki wewenang untuk itu. Ini bukan berarti penghinaan terhadap Polda yang tidak mampu menyelesaikan kasus tersebut. Sekarang yang terpenting, pembuktian dari kejaksaan yang berjanji benar-benar serius menuntaskan kasus tersebut,” tukas peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Unand itu.
Hal tersebut dapat dibuktikan di persidangan. Jika dakwaannya lemah, kata Feri, dicurigai ada “permainan” dalam pengambilalihan penyidikan kasus tersebut. Sebaliknya, jika dakwaannya kuat, berarti kejaksaan memang benar-benar serius dan masyarakat patut memberi apresiasi.
Menanggapi itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Sumbar, Ikwan Ratsudy menegaskan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) tidak akan main-main menindaklanjuti kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk sarana dan prasarana olahraga yang melibatkan Wako Pariaman, Mukhlis Rahman sebagai tersangka.
Ini menyikapi banyaknya sejumlah pihak yang menaruh curiga diambilalihnya penyidikan kasus tersebut oleh Kejati Sumbar dari Polda, 2 April lalu.
“Boleh sama-sama kita buktikan nanti. Diambilalihnya penyidikan ini, bukan berarti kejaksaan ingin bermain. Juga tidak ada rumor pesanan dari unsur pimpinan yang ada di kejaksaan,” ujar Kasi Penkum dan Humas Kejati Sumbar, Ikwan Ratsudi saat ditemui Padang Ekspres di ruang kerjanya, kemarin (4/4).
Kejati mengambil alih kasus tersebut, katanya, karena ingin serius menyelesaikan kasus tersebut secepatnya. Selain itu, diambilalihnya kasus tersebut, karena kejaksaan tidak ingin membiarkan berkas tersebut bolak-balik terus antara penyidik Ditreskrimum Polda dengan kejaksaan.
Hingga sekarang, sudah tiga kali berkas kasus tersebut bolak-balik. “Kejaksaan tidak ingin lagi untuk keempat kalinya. JPU mengambil alih karena jaksa lebih tahu unsur apa yang perlu dipenuhi dalam berkas tersebut. Polisi yang telah diberi petunjuk beberapa kali, ternyata tidak kunjung bisa memenuhinya,” tuturnya.
Seperti diketahui, mencuatnya kasus ini berawal dari temuan BPK yang mengindikasikan kerugian negara saat pembelian tanah yang dilakukan Pemko Pariaman tahun 2007. Pembelian tanah yang dikucurkan Pemko saat itu, sebanyak Rp 3,1 miliar lebih. Namun saat dikonfirmasi, pemilik tanah mengaku hanya menerima uang pembelian tanah Rp 1,6 miliar. Sementara uang Rp 1,3 miliar lebih untuk pembelian tanah tersebut tidak diketahui dipergunakan untuk apa.
Penyidik Ditreskrimsus Polda telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut. Yakni Mahyudin (Wali Kota Pariaman saat itu), Mukhlis Rahman (saat itu Sekko Pariaman) dan mantan Kabag Tata Pemerintahan Setko Pariaman, Anwar. (mg17/rpg)