JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Vaksin Merah Putih yang dikembangkan Universitas Airlangga (Unair) dan PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia telah mendapatkan persetujuan emergency use authorization (EUA/penggunaan dalam kondisi darurat) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Vaksin yang bernama Inavac itu digunakan untuk vaksinasi primer Covid-19.
’’Dengan pertimbangan terhadap aspek keamanan, efikasi/imunogenisitas, dan pemenuhan CPOB (cara pembuatan obat yang baik, red), vaksin Inavac telah disetujui dengan indikasi sebagai imunisasi aktif untuk pencegahan Covid-19,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito, Jumat (4/11).
Vaksin dengan platform inactivated virus itu diperuntukkan individu berusia di atas 18 tahun. Pengembangan dari hulu dengan menggunakan benih vaksin hasil isolasi virus SARS-CoV-2 pasien Covid-19 di Surabaya. BPOM telah mengawal pengembangan Vaksin Merah Putih Unair sejak awal pengembangan praklinis, uji klinis, hingga selesai.
Penny melanjutkan, EUA vaksin Inavac itu bukti kemajuan industri farmasi Indonesia. ’’BPOM ikut bangga dan mengapresiasi langkah yang dilakukan peneliti dari Universitas Airlangga, Rumah Sakit dr Soetomo Surabaya sebagai pusat uji klinis, dan PT Biotis,” ujarnya.
Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Community Development Unair Ni Nyoman Tri Puspaningsih dalam kesempatan yang sama menyebutkan, penelitian itu merupakan proses belajar bagi universitas yang berada di Surabaya tersebut. Sebab, proses penelitian hingga produksi melibatkan berbagai sektor, tak terkecuali masyarakat sebagai relawan. ”Pembiayaan riset full di-support pemerintah. Peneliti tidak hanya berasal dari Universitas Airlangga,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Biotis FX Sudirman menuturkan, momentum tersebut menjawab tantangan presiden yang mendorong kemandirian di bidang farmasi dan percepatan pembuatan vaksin. Vaksin Inavac merupakan satu di antara enam platform Vaksin Merah Putih. ”Banyak tantangan dan godaan. Bagi industri, tantangannya kenapa capek-capek meneliti dari awal. Tapi, karena komitmen dan tekad yang besar, kami lanjutkan,” ujarnya.
Sementara itu, sebanyak 12 orang di Indonesia sudah tertular Covid-19 subvarian Omicron XBB. Total 10 orang tertular lokal di Indonesia, dan 2 tertular usai bepergian dari Singapura. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan sejauh ini 12 orang tersebut tidak menunjukkan gejala keparahan atau berat. Rata-rata sembuh setelah menjalani isolasi mandiri selama 5 hari.
’’Ada 10 orang itu menular lokal. Dari 12 ini tak ada yang berat. Cukup isoman dan sembuh. Karakteristik varian XBB ini, sebagaimana subvarian baru dari Covid lainnya tingkat keparahannya tak seberat dari sebelumnya. Angka kematian dan hospitalisasi tak terlalu tinggi. Ini jadi semangat kita semua. Walau ada varian baru, tingkat keparahan tak berat,” ungkap Syahril kepada wartawan secara virtual, Jumat (4/11).
Syahril mengatakan, sebanyak 28 negara sudah melaporkan adanya subvarian XBB. Singapura pernah menembus sampai 18 ribu kasus per harinya, dan sekarang mulai turun di angka 5–6 ribu kasus per hari. ’’Singapura, India dan Bangladesh pernah mengalami lonjakan XBB,” ungkap Syahril.
Subvarian XBB memiliki karakteristik lolos dari antibodi vaksin. Karena itu jika hanya 2 dosis, tetap belum melindungi. Booster atau 3 dosis diyakini dapat mengurangi keparahan. ’’Cakupan vaksinasi untuk dosis 1 yakni 87 persen. Dosis 2 yakni 73 persen. Dan booster 27,62 persen,” katanya.
’’Booster kita masih jauh dari target yang diinginkan yakni 50 persen. Disebabkan beberapa hal secara distribusi. Ini akan kami gerakkan ulang lagi dalam upaya berikan kekebalan pada masyarakat kita sambil tetap patuh pada protokol kesehatan,” tambahnya.
Tren kasus Covid-19 di Tanah Air mulai naik seiring munculnya subvarian Omicron XBB. Kenaikan kasus terlihat dari angka konfirmasi harian per 3 November yakni sebanyak 4.951 orang terkonfirmasi positif.
Padahal sebelum subvarian XBB menyebar, kasus secara nasional sempat di bawah 2 ribu kasus per hari. Dengan tes yang rendah, positivity rate tercatat naik.
Ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan positivity rate maksimal adalah 5 persen. Namun dengan tes yang rendah yakni 30.988 sehari, Indonesia mencatat positivity rate naik menjadi 15,98 persen.
“Per tanggal 3 November, ada 30 provinsi mengalami peningkatan kasus dalam 1 minggu terakhir, ada 4 provinsi menurun dalam 1 minggu. Terkonfirmasi sebanyak 4.951 dari 30.988 yang dites. Positivity rate 15,98 persen,” ujar Syahril secara virtual, Jumat (4/11).
Ia mengakui, dalam 4 hari terakhir memang terjadi kenaikan kasus hampir 5 ribu kasus sehari. Namun ia menegaskan kenaikan belum signifikan seperti munculnya subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. “Saya tegaskan ini kenaikan bukan lonjakan. Kenaikan kasus tidak terlalu tinggi atau signifikan dibanding BA.4 dan BA.5 yang lalu,” jelasnya.
Angka kematian juga naik dari sebelumnya di bawah 20 jiwa kini terakhir sebanyak 42 jiwa meninggal. Meskipun belum ada data yang menyatakan XBB memicu keparahan, kata dia, tetap saja masyarakat harus berhati-hati.
“Kita lihat positivity rate per hari dalam seminggu ada kenaikan, ini karena jumlah tes tak terlalu tinggi. Angka positif jadi naik. Dengan adanya dugaan subvarian baru, kami akan tingkatkan testing,” tegasnya.(lyn/c7/ttg/jpg)