NASIB PETANI SALAK PONDOH DI BUKITTINGGI

Hama Musang Menyerang, 4 Tahun Tak Panen

Nasional | Selasa, 05 November 2013 - 09:19 WIB

BUKITTINGGI (RP) - Upaya untuk mengubah nasib dengan membudidayakan salak pondoh harus bersabar selama 4 tahun.

Ini dikarenakan serangan hama musang yang merajalela menjarah kebun salak petani di Bukittinggi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Jika berada di Panorama Baru, Kelurahan Puhun Pintu Kabun, Kota Bukittinggi, kurang lebih 50 meter dari objek wisata Panorama Baru, sebelah kanan jika kita menuju objek wisata tersebut, terdapat 450 batang salak pondoh milik Cai Sutan Pangulu yang sudah lebih 4 tahun tidak panen.

Cai yang memulai menam salak Pondoh pada 2005 lalu. Bibit tanaman salak tersebut dibantu Dinas Peranian Kota Bukittinggi.

Sebelum menanam salak pondoh itu Cai diberi pelatihan dan belajar sekolah lapangan ke Yogyakarta dan setelah baru ia menanam Salak di lahannya.

Dengan modal tenaga kerja perawatan, kerena bibit sudah dibantu oleh dinas terkait, tanaman salakanya tumbuh dengan subur.

Selama tiga setengah tahun tanaman salak tersebut mulai panen awal dan sampai salaknya berumur empat tahun salak itu panen raya kurang lebih empat tahun lamanya.

Ris (36), adik kandung Cai sekarang memelihara tanaman tersebut. Ris menceritakan di kebunnya sekarang tidak lagi penen seperti biasanya kerena tiap tiga bulan akan panen, buah salaknya habis dimakan hama musang, tupai, dan tikus.

Pihaknya sudah kewalahan untuk mengatasi hama salak pondoh miliknya namum usahanya itu belum membuahkan hasil dan salak milik keluarganya tetap tidak mengahasikan sampai saat ini.

”Kalau buah salak sudah muncul di pelapahnya kami mencoba untuk membungkus  dengan kawat tetapi usaha itu masih belum berhasi kerena hama dengan mudah merompak bungkusan kawat tersebut. Dalam satu ekor musang itu menghabiskan empat kilo salak dalam satu malam,” jelas Ris.

Selain itu, setelah dilaporkan ke dinas terkait untuk mengatasi hama tersebut kami diberi bantuan racun dan kami lakukan mengatasi hama dengan meracun pakai media buah pisang dan ayam.

Namun hama musang itu cukup cerdik setelah ada temannya mati kena racun, temannya yang masih hidup tidak mau mengulangi untuk memakan media yang berisi racun tersebut.

”Cara lain yang kami lakukan dengan memburu pakai anjing peliharaan, kerena jumlah hama musang lebih banya dari jumlah anjing peliharaan kami, maka hama tetap tidak bisa kami basmi,” katanya.

Hasil panen salak cukup menjanjikan sebab tiap kami panen menghasilkan buah salak  700 kilogram tiap  enam bulan sekali dengan harga jual Rp10 ribu per kilogram,” Itu pun hasil panen salak kami tidak dijual ke pasar, kerena pembeli yang datang ke sini,” jelasnya.

Namun, kendalanya di situ hama yang memakan buah salak sangat mengancam hasil panen.

Sekarang mereka menyiasati hama dengan menanam makanan yang disuka oleh hama musang dan tupai, seperti buah pepaya dan tanaman kopi di lokasi kebun ini. Gunanya supaya hama musang bisa beralih memakanan.

Upaya itu pun belum membuahkan hasil untuk membasmi hama musang, sebab di sekitar lahan mereka masih banyak terdapat lahan tidur dan hama musang dan tupai sangat mudah bekembang di dalam belukar pada lahan tidur tersebut. Hama ini tidak saja menyerang tanaman salak tapi juga menyerang tanaman pisang masyarakat.

”Sekarang kami berasih pada tanaman coklat di sela tanaman salak, apabila coklat itu sudah berbuah maka salak akan kami habiskan,” ujarnya.

Saat ini untuk tambahan penghasilan, mereka mengumpulkan kotoran hama musang yang memakan buah kopi, sebab buah kopi yang jadi kotoran tersebut bisa diambil dan dijemur dan dijual ke pasar dengan harga Rp24 ribu per kilogram," Itu pun paling banyak dalam satu bulan hanya bisa kami kumpulkan tiga kilogram,” katanya.(rpg/ade)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook