PEKANBARU(RIAUPOS. CO)-- Diikutsertakannya perusahaan migas yang sedang menjalankan sanksi dalam pengelolaan lingkungan pada program PROPER oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau, walau perusahaan tersebut sudah menyatakan keberatan karena ingin taat pada sanksi.
Dimana program PROPER ini merupakan program tahunan Kementerian LHK untuk menilai ketaatan perusahaan di Riau dalam mengelola masalah lingkungan.
Terkait hal ini Kadis LHK Ir Ervin Rizaldi, MH saat dimintai konfirmasi oleh wartawan, Kamis (5/9)siang kemarin mengaku masih rapat dan belum bisa ditemui. Sementara Kabid Proper Dinas LHK Riau Nelson masih berada di luar kota dan baru Senin bersedia dikonfirmasi.
Ditempat terpisah, Kabid inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kemen LHK Alvi Fahmi yang dulu pernah ditempatkan sebagai pengawas dan tim audit Proper DLH Riau mengatakan, jika memang perusahaan tersebut masih dalam pengawasan atau sanksi, sesuai Permen LHK No 3 tahun 2014 tentang PROPER , maka belum boleh mengikuti PROPER. " Itu clear. Tidak boleh ikut PROPER kalau sanksinya belum dicabut. Dan kalau tetap diikutkan juga, terus terang ini baru pertama kali terjadi sepanjang yang saya tau," jelas Alvi Fahmi.
Terkait SK kepersertaan perusahaan migas tersebut dalam PROPER 2019 ini oleh kementerian menurut Alvie hal menurutnya hanya bersifat kealpaan yang manusiawi. Sebab peserta PROPER di seluruh Indonesia jumlahnya ribuan. "Bisa saja ini kealpaan Jakarta karena jumlah peserta PROPER se-Indonesia itu ribuan," tegasnya.
"Tapi biasanya kalau teman-teman Jakarta tau ada perusahaan masih dalam sanksi, biasanya nilainya tidak akan diumumkan," tambah Alvi lagi.
Kasus ini juga mendapat sorotan dari anggota DPRD Riau Husni Thamrin. Menurut Husni, perusahaan tersebut harus memperbaiki lingkungannya bukan malah diikutsertakan di PPROPER.
"Jadi kalau seandainya dipaksakan juga perusahaan ini ikut ke PROPER saya minta Pak Syamsuar mengkaji Kabid yang membawahi lingkungan di DLHK ini. Kalau perlu disekolahkan lagi, kita sekolahkan lagi biar paham," tegasnya.
Intinya menurut Politisi Gerindra ini, perusahaan yang masih terkena sanksi pengelolaan lingkungan tidak layak mengikuti PROPER yang menjadi program tahunan Kementerian DLHK. (rilis)