Krisis Turki dan Argentina Picu Depresiasi Rupiah

Nasional | Rabu, 05 September 2018 - 14:46 WIB

Krisis Turki dan Argentina Picu Depresiasi Rupiah
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sejak awal pekan ini, kinerja rupiah terus memburuk. Pada Senin (3/9) lalu, pada penutupan perdagangan, nilai tukar rupiah terpuruk di angka Rp14.816 per dolar AS. Selasa (4/9), rupiah melanjutkan pelemahannya dan terperosok makin dalam.

Berdasarkan data Bloom­berg, pada pembukaan per­dagangan rupiah sudah berada di level Rp14.822 per dolar AS, namun ditutup dengan depresiasi yang lebih dalam nyaris menyentuh angka Rp15 ribu, yakni di angka Rp14.935 per dolar AS. Sementara berdasar data Reuters, rupiah bahkan sudah menyentuh level 14.989 per dolar AS.

Baca Juga :Didoakan Berpenampilan Lebih Baik saat Umrah

Pelemahan rupiah yang terus memburuk pun menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam dua hari terakhir, Jokowi memanggil para menteri ekonomi. Di antaranya Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri ESDM Ignatius Jonan, dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Selain itu, ada Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, serta Direktur Pertamina Nicke Widyawati dan Direktur PLN Sofyan Basir. Rapat terbatas tersebut membahas secara khusus kondisi nilai tukar rupiah yang terus memburuk.

Melalui rapat tersebut diputuskan, salah satu upaya pemerintah dalam menstabilkan kembali nilai tukar rupiah dengan menekan defisit neraca transaksi berjalan (CAD/Current Account Deficit). Dalam waktu dekat, pemerintah akan merilis daftar komoditas impor yang mulai dibatasi melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

“Nanti kita umumkan PMK-nya besok sore (hari ini, red), atau Kamis (besok, red),” ujarnya di Istana Kepresidenan, kemarin.

Menko Perekonomian Darmin Nasution menambahkan,  daftar komoditas impor yang akan dikurangi memang akan segera ditentukan. Tak terkecuali terhadap proyek pemerintah maupun BUMN seperti Pertamina dan PLN yang juga memberi kontribusi cukup besar.

“Dalam dua-tiga hari ke depan,” kata mantan Gubernur BI itu.

Darmin mengungkapkan, satu-satunya titik lemah Indonesia adalah defisit CAD. Sementara faktor fundamental lainnya seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi menunjukkan angka positif. Meski CAD tidak separah India, Afrika Selatan atau Turki, pengaruhnya cukup besar terhadap ketahanan rupiah.

Oleh karenanya, kebijakan review komoditas impor, hingga penggunaan biodisel 20 persen diharapkan bisa menekan defisit. Pemerintah menargetkan angka defisit bisa turun ke angka 2,5 - 2,7 persen.

“Paling tidak kita ingin ini turun,” kata mantan Gubernur BI tersebut.

Pada kesempatan tersebut, Darmin juga meminta semua pihak tidak membandingkan dengan kondisi rupiah pada masa krisis moneter di tahun 1998 silam. Sebab, situasinya berbeda. Saat itu, dolar naik ke angka Rp14 ribu dari angka normal sekitar Rp2 ribu atau naik lebih enam kali lipat. Sementara kenaikan ini dari Rp12 ribu ke Rp14 ribu.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook