ACEH (RP) - Memasuki hari ketiga pascagempa berkekuatan 6,2 SR di Tenggara Kabupaten Bener Meriah, Nangroe Aceh Darussalam, makin banyak korban yang ditemukan.
Hingga kemarin sore, 31 orang telah ditemukan dalam keadaan tewas. Sebagian besar mereka adalah anak-anak dan Lansia yang tertimpa bangunan yang ambruk akibat gempa.
Sebanyak 12 orang masih dinyatakan hilang yang kemungkinannya masih tertimbun tanah longsor.
Informasi yang dihimpun, jumlah pengungsi kini mencapai sekitar 6.500 orang di dua kabupaten. 1.500 orang mengungsi di 15 titik pengungsian di Kabupaten Bener Meriah, sedangkan 5.000 orang bertahan di 20 titik Pengungsian Kabupaten Aceh Tengah.
Aceh Tengah memang mengalami kerusakan paling parah dalam bencana tersebut. Data Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) menyebut, hingga saat ini tercatat 3.403 rumah rusak setelah diguncang gempa.
Terdiri dari 1.368 rumah rusak berat dan 2,135 rumah rusak ringan. Sedangkan, di Bener Meriah jumlah rumah rusak mencapai 789 buah, dan 537 di antaranya rusak berat.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, sebagian besar korban meninggal akibat gempa bukan di Bener Meriah, melainkan di Aceh Tengah.
Setelah dicek di tiap desa, didapati 12 orang meninggal di lima desa di Bener Meriah. Sedangkan, 18 lainnya meninggal di 10 desa di Aceh Besar. Korban terbanyak ada di Desa Blang Mancung Atas, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, yakni sebanyak tujuh orang.
‘’Sampai saat ini 12 orang juga masih dilaporkan hilang, serta 275 orang luka-luka,” ujar Sutopo Kamis (4/7). Menurut dia, data korban gempa Aceh dua hari terakhir memang sempat simpang siur. Misalnya, sebuah sumber menyatakan jika ada masjid yang banyak diisi anak-anak mengaji ambruk saat gempa.
Namun, pihaknya menegaskan jika tim yang ada di Aceh belum mendapati kebenaran informasi tersebut. Jika jumlah korbannya banyak, tim SAR maupun BPBA pasti akan segera tahu karena menjadi pusat perhatian masyarakat.
Saat ini pun, pihaknya masih fokus pada upaya tanggap darurat dan penanganan pertama terhadap para korban sehingga urusan data kadang bisa dinomorduakan.
Yang jelas, data gempa tersebut masih akan terus berubah sesuai temuan yang didapat tim di lapangan. Data-data tersebut juga akan diverifikasi. “Instansi yang berwenang mengeluarkan data bencana adalah BPBD dan BNPB,” lanjut alumnus UGM tersebut.
BNPB mengklaim distribusi logistik untuk tanggap darurat cukup lancar. Karena sebagian besar toko maupun pasar di Bener Meriah dan Aceh besar masih buka. Pemda kedua kabupaten pun membelanjakan kebutuhan dasar para pengungsi maupun korban di pasar-pasar tersebut.
Belum lagi pasokan logistik dari BPBA Aceh untuk kedua Kabupaten yang cukup besar. Berton-ton beras, gula, minyak goreng, serta ratusan karton mi instan dan air mineral sudah sampai ke Posko yang didirikan BPBA di kedua kabupaten. Logistik makanan itu masih ditambah dengan 400 lembar selimut dan 290 lembar kelambu untuk kebutuhan pengungsi.
Sutopo menambahkan, saat ini para pengungsi masih membutuhkan sejumlah perlengkapan yang sifatnya mendesak. Di antaranya, tenda, selimut, tikar, karpet, matras, pakaian, dan sembako.
“Bantuan dapat disalurkan langsung ke BPBA Bener Meriah dan BPBA Aceh Tengah,” tambahnya.
Dinas Sosial Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah telah mengeluarkan masing-masing 2 ton beras untuk penanganan awal.
Kementerian Sosial mengirimkan barang berupa beras 30 ton, sarden, tenda gulung, tenda family, tenda pengungsi, matras dan genset dengan nilai total bantuan sebesar Rp2,1 miliar.
Kebutuhan mendesak yang diperlukan bagi pengungsi saat ini adalah tenda, selimut, tikar/karpet/matras, pakaian, dan Sembako. Bantuan dapat disalurkan langsung ke BPBA Bener Meriah dan BPBA Aceh Tengah.(byu/jpnn)