JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah memutuskan tak menggelar ujian nasional (UN) dan ujian kesetaraan pada tahun ini. Kondisi penyebaran Covid-19 yang terus meningkat menjadi alasan utamanya.
Hal tersebut ditegaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim melalui surat edaran nomor 1 tahun 2021 tentang peniadaan ujian nasional dan ujian kesetaraan serta pelaksanaan ujian sekolah dalam masa darurat penyebaran Covid-19.
”Berkenaan dengan penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat maka perlu dilakukan langkah responsif yang mengutamakan keselamatan dan kesehatan lahir dan batin peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan,” tuturnya, Kamis (4/2).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka diputuskan UN dan ujian kesetaraan tahun 2021 ditiadakan.
Sebagai informasi, UN memang direncanakan dihapuskan sepenuhnya di tahun ini dan diganti dengan asesmen nasional (AN) yang bakal digelar pada September mendatang.
Dengan ditiadakannya UN dan ujian kesetaraan tahun 2021, lanjut Nadiem, maka UN dan ujian kesetaraan tidak menjadi syarat kelulusan atau seleksi masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi pada tahun ini. Peserta didik dapat dinyatakan lulus dari satuanprogram pendidikan setelah menyelesaikan sejumlah hal. Yakni, program pembelajaran di masa pandemi Covid-19 yang dibuktikan dengan rapor tiap semester, memperoleh nilai sikap/ perilaku minimal baik, dan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan.
Ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dapat diselenggarakan dalam beberapa bentuk. Seperti, portofolio berupa evaluasi atas nilai rapor dan nilai sikap/perilaku, penugasan, tes secara luring atau daring, atau bentuk kegiatan penilaian lain yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.Kemudian, bagi peserta didik sekolah menengah kejuruan dapat mengikuti uji kompetensi keahlian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan tersebut juga berlaku bagi peserta penyetaraan bagi lulusan program paket A, program paket B, dan program paket C. untuk ujian yang dimaksud bagi peserta didik pendidikan kesetaraan dapat berupa ujian tingkat satuan pendidikan yang diakui sebagai penyetaraan kelulusan.
“Peserta ujian tingkat satuan pada pendidikan kesetaraan adalah peserta didik yang terdaftar di daftar nominasi peserta ujian pada data pokok pendidikan. Hasil ujian tingkat satuan pendidikan kesetaraan harus dimasukkan dalam data pokok pendidikan,” tegasnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jumeri menambahkan, keputusan ini sesuai dengan yang diharapkan masyarakat sebelumnya. Bahwa, yang berhak memberikan nilai untuk siswa itu guru, bukan pemerintah. Karena guru yang paling tahu nilai dari peserta didiknya.
”Nah, sekarang, dikembalikan ke bapak ibu gurunya masing-masing. Nilai rapor untuk kelulusan, dari SD, SMP, SMA diserahkan ke penilaian di sekolah,” ujarnya dalam kesempatan berbeda.
Lalu, bagaimana dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB)? Jumeri mengungkapkan, bila sebelumnya saat PPDB jalur prestasi akan bergantung pada nilai UN, maka sekarang tidak lagi. Nantinya, PPDB akan didominasi oleh zonasi, kemudian diikuti afirmasi, dan sedikit jalur prestasi.
Diharapkan, PPDB nanti akan dilaksanakan secara daring mengingat pandemi masih terjadi. Bagi daerah yang memerlukan mekanisme penyelenggaraan PPDB daring, Pusat Data dan Informasi Kemendikbud menyediakan bantuan teknis untuk hal ini. Untuk ujian sekolah (US), lanjut dia, akan tetap digelar oleh satuan pendidikan. Bedanya, tidak dijadwalkan secara serentak seperti sebelumnya. ”Tergantung sekolah masing-masing,” paparnya.
Meskipun UN tahun tidak ada, US tetap diselenggarakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Di antara mata pelajaran (mapel) yang diujikan di US adalah pendidikan agama Islam (PAI). Saat ini Direktorat PAI Kemenag sedang menyusun petunjuk teknis US mapel PAI.
Direktur PAI Kemenag Rohmat Mulyana Sapdi mengatakan juknis US mapel PAI di jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Dia menjelaskan meskipun US adalah kewenangan masing-masing sekolah, Kemeang tetap akan menyiapkan juknis. ’’Sebagai upaya pengendalian mutu,’’ katanya.
Rohmat mengatakan di juknis nanti, Kemenag tidak mengatur secara detail pelaksanaan US mapel PAI. Tetapi lebih fokus pada norma umum serta penyiapan soal kisi-kisi saja. Selanjutnya masing-masing sekolah bisa mengacu kisi-kisi itu dalam membuat soal US.
Dia juga menjelaskan pembuatan juknis US mapel PAI menyesuaikan regulasi pelaksanaan pembelajaran di tengah pandemi. ’’Sehingga beberapa hal seperti capaian pembelajaran dan level kognisi sudah kita sesuaikan,’’ paparnya.
Dia berharap juknis itu nantinya menjadi pedoman dan acuan dalam menyusun dan mengembangkan soal. Sehingga pelaksanaan US mapel PAI di sekolah dapat terukur dan berkualitas. Pembuatan juknis US mapel PAI melibatkan internal Kemenag. Selain itu juga melibatkan guru dan pengawas PAI yang ahli atau berkompeten. Sehingga nantinya juknis US mapel PAI tersebut sesuai dengan kebutuhan guru PAI di sekolah.
Sementara itu terkait dengan keputusan peniadaan UN dari Kemendikbud, jajaran Kemenag belum ada yang berkomentar. Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Kemenag Ahmad Umar tidak bersedia berkomentar karena urusan UN sudah masuk ranah kebijakan.
Dia mengatakan supaya meminta penjelasan langsung dari Dirjen Pendis Kemenag Ali Ramdhani. Tetapi saat dihubungi Ali Ramdhani tidak kunjung memberikan komentar. Umumnya ketika Kemendikbud memutuskan tidak ada UN, maka berlaku juga untuk madrasah yang berada di bawah Kemenag.
Disdik Riau Ikut SE
Kepala Dinas Pendidikan Riau Zul Ikram mengatakan, pihaknya akan mengikuti SE Mendikbud tersebut.
“Sesuai SE tersebut, tahun ini tidak dilaksanakan UN sebagai penentu kelulusan. Atau sama juga seperti tahun lalu,” kata Zul Ikram.
Lebih lanjut dikatakannya, dengan tidak adanya UN, maka peserta didik dinyatakan lulus dari satuan atau program pendidik setelah menyelesaikan program pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 yang dibuktikan dengan rapor tiap semester, memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik, dan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan.
“Ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan dilaksanakan dalam bentuk berikut yakni portofolio berupa evaluasi atas nilai rapor, nilai sikap atau perilaku, dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, tes secara luring atau daring, dan atau bentuk kegiatan penilaian lain yang ditetapkan oleh satuan pendidikan,” sebutnya.
Sementara itu, terkait keputusan bersama tiga menteri terkait penggunaan seragam dan atribut bagi peserta didik. Zul Ikram menyebut bahwa pihaknya sudah menerima keputusan tersebut.
“Selanjutnya kami di daerah akan membuat turunannya dan disebar ke kabupaten/kota. Namun tetap tidak mengubah isi dari keputusan bersama tiga menteri tersebut,” katanya.
Tidak Ada yang Harus Diubah
Dalam pada itu, Pemkab Kepulauan Meranti tidak akan menindaklanjuti SKB tentang aturan sekolah yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut kekhususan agama yang baru saja mereka terima.
“SKB itu baru saja kami terima. Setelah dipahami isi dari keputusan itu, tampaknya tidak perlu ditindaklanjuti. Tidak ada yang harus diubah terkait tatanan hingga bentuk seragam hingga atribut seluruh sekolah di sini,” ujar Kabid Pendidikan Dasar, Disdikbud Kabupaten Kepulauan Meranti kepada Riau Pos, Kamis (4/2) siang.
Pasalnya menurut Syafrizal dalam penerapan berseragam, mulai dari pendidik hingga peserta didik pada seluruh sekolah yang tersebar di Kepulauan Meranti berlangsung cukup baik. Tanpa terkecuali sekolah swasta.
Yang jelas menurut dia, landasan bentuk seragam sekolah di daerah setempat tidak melenceng dari Permendikbud 45 tahun 2014. Seperti warna dan model yang diatur dalam pasal 3; pakaian seragam nasional, kepramukaan, hingga seragam khas sekolah.
“Sejauh ini seperti yang kita ketahui pakaian khas sekolah itu tetap memperhatikan hak warga sesuai dengan keyakinan agama masing masing. Sama bentuk, dan tetap wajib sopan. Bedanya ada yang berjilbab bagi muslim, dan tidak bagi nonmuslim,” ungkapnya.
Kuansing Belum Terima
Terkait imbauan pemerintah untuk mencabut aturan soal mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama dalam 30 hari ke depan, Pemkab Kuansing belum menerima surat tersebut. Hal itu dikatakan Plt Kepala Dinas Pendidikkan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kuansing, Masrul Hakim. “Belum ada. Sampai saat ini kami belum menerima SKB tersebut. Kalau ada, nanti kami akan berkoordinasi,” kata Masrul Hakim.(wan/mia/jpg/sol/wir/yas/ted)