JANGAN PERCAYA PADA OKNUM PETUGAS

Perhatian... Tak Ada Sanksi yang Belum Punya E-KTP

Nasional | Jumat, 05 Februari 2016 - 05:36 WIB

Perhatian... Tak Ada Sanksi yang Belum Punya E-KTP
Ilustrasi. (JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Masyarakat yang belum memiliki e-KTP atau KTP berbasis elektronik diimbau untuk tidak melayani oknum-oknum yang meminta sejumlah uang. Sebab, tidak ada aturan yang memberikan sanksi kepada warga yang belum memiliki e-KTP. Jika ada oknum meminta uang, hal tersebut tidak dapat dibenarkan.

"Tidak boleh denda-denda. Karena ini kan hak warga negara untuk mendapatkan data diri. Tidak ada istilah keterlambatan untuk mengganti KTP lama dengan e-KTP," ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh Kamis (4/2/2016).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Zudan berharap masyarakat dapat segera melakukan perekaman, sehingga dapat mengantongi e-KTP. Hal ini demi tertib administrasi dan memudahkan pelayanan terhadap masyarakat, terlaksana dengan baik.

Menurut Zudan, hingga saat ini pemerintah telah menerbitkan 155 juta fisik e-KTP dari total 180 juta masyarakat yang wajib rekam. Dari jumlah tersebut, terdapat 1,3 juta yang belum dicetak. Menurutnya, bukan karena pemerintah lamban untuk mencetak, namun karena terdapat masalah data pada 1,3 juta tersebut.

"Jadi kalau ada pertanyaan mengapa belum memeroleh fisik e-KTP-nya, mungkin dia termasuk yang datanya ganda. Mungkin sebelumnya pernah punya KTP (lama, red) lebih dari satu. Atau pernah merekam data untuk kebutuhan e-KTP lebih dari satu kali," ujarnya.

Terhadap hal tersebut, pemerintah kata Zudan berharap masyarakat aktif melakukan pengecekan. Paling tidak mendatangi dinas dukcapil terkait. Karena pemerintah tidak mungkin serta-merta menghapus salah satu data dari data ganda wajib KTP tersebut.

"Jadi saran saya, bagi yang sudah melakukan perekaman tapi belum juga memeroleh fisiknya, jangan diam. Kami mengimbau agar aktif melakukan pengecekan ke dinas dukcapil, karena data ada di sana. Jangan ke kelurahan atau kecamatan. Kami tidak bisa serta-merta menghapus salah satu data ganda, karena kami tidak tahu masyarakat itu sebenarnya mau tinggal di daerah mana,"ujar Zudan.(gir)

Laporan: JPNN

Editor: Fopin A Sinaga









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook