Pemberlakuan rekam biometrik oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melalui operator Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel sebagai persyaratan untuk pengurusan visa calon jamaah umrah juga mulai makan korban.
Berdasarkan laporan Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Joko Asmoro, sejak diberlakukan 17 Desember, rekam biometrik tidak berjalan baik. Banyak jamaah harus dihadapkan dengan antrean panjang. Bahkan ada yang terpaksa menginap di kantor perwakilan VFS Tasheel hanya untuk menjalani biometrik.
“Calon jamaah umrah di Cipinang Mall Jakarta Timur tidak terlayani dengan baik. Mereka antre berjam-jam. Kondisi yang memprihatinkan juga terjadi di Yogyakarta. Mereka naik kendaraan sampai 6 jam dan tiba dari jam 10 malam kemarin, dan sampai saat ini belum terlayani. Ada rekaman wawancara juga,” tutur Joko di Kantor DPP AMPHURI di Jakarta, Rabu (19/12).
Melihat kondisi tersebut, Joko menyampaikan keberatan dan penolakannya atas pemberlakuan rekam biometrik. Sebab, membebani calon jamaah umrah. Apalagi kantor VFS Tasheel yang ada di Indonesia tidak memadai.
“50 persen calon jamaah kami berasal dari desa. Sehingga, mereka sangat kesulitan untuk melakukan rekam biometrik yang hanya ada di beberapa provinsi dan kota besar. Bagaimana mereka harus bolak-balik menuju kantor VFS Tasheel yang adanya di luar provinsi mereka,” paparnya.
Menurut Joko, keberatan calon jamaah ini tak hanya sebatas waktu dan jarak serta kesusahan dalam melakukan proses biometrik tapi juga materi. Para jamaah yang berasal dari sebuah desa terpencil mengeluhkan harus menghabiskan biaya tambahan dari Rp 1 juta hingga Rp6 juta hanya untuk ongkos dan penginapan selama mengurus rekam biometrik.
Selain, letak geografis, Joko menilai, pelayanan VFS Tasheel yang diberlakukan mulai Senin (17/12), belum siap untuk melayani calon jamaah Indonesia yang setiap tahunnya memberangkatkan lebih dari 1 juta orang per tahun. Bisa dibayangkan, rata-rata per hari yang diajukan antara 10.000 - 20.000 visa.
“Di hari pertama pemberlakuan, kami belum bisa menyetorkan visa karena belum adanya proses rekam biometrik. Hari kedua, kami hanya bisa mengajukan empat yang sudah melakukan proses biometrik ke kedutaan. Dan hari ketiga, baru bisa diselesaikan prosesnya hanya 110 jamaah,” beber Joko.
Ditambahkan Joko, jika hal ini berlarut, tidak hanya pelayanan jamaah umrah di Indonesia yang terkena imbasnya. Hal ini juga akan berimbas pada akomodasi, pelayanan katering, dan hunian hotel di Arab Saudi.
“Pekan lalu, kami sudah sampaikan pada pengurus Kadin Kota Makkah terkait imbas dari kebijakan ini. Mereka pun berharap, hal ini tidak terjadi. Dan mereka akan berupaya melobi dan menjelaskan hal ini kepada pemerintahnya,” ujar Joko.(esy/jpnn/lim)