Kualitas Udara di Kalimantan dan Sumatera Kian Membaik

Nasional | Jumat, 04 Oktober 2019 - 04:04 WIB

Kualitas Udara di Kalimantan dan Sumatera Kian Membaik
Kabut asap menyelimuti kota Pekanbaru akibat dari Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). (Riau Pos/JPG))

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Hujan yang mengguyur  wilayah Sumatera dan Kalimantan membuat kualitas udara di wilayah tersebut membaik. Bahkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, hujan yang turun selama 24 jam membuat jumlah titik api terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menurun drastis.

“Sedangkan di Sumatera, hujan terjadi di sebagian wilayah Riau, sebagian Jambi dan sebagian Sumatera Selatan sehingga titik api juga turun drastis jumlahnya,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo dalam keterangannya, Kamis (3/10).


Agus menyampaikan, menurut pantauan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada Kamis (3/10) pukul 16.00 WIB masih terdapat sejumlah titik api. Titik hotspot itu terpantau di Jambi 6 titik, Sumsel 12 titik, Kalimantan Tengah 20 titik, dan Kalimantan Selatan 12 titik.

“Sedangkan Riau dan Kalimantan Barat tidak terdeteksi titik panas,” ucap Agus.

Sementara itu, pantauan kualitas udara menurut pantauan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berdasar konsentrasi partikulat PM10 pada pukul 16.00 WIB menunjukkan Pekanbaru 108 (sedang), Jambi 49 (baik), Sumsel 110 (tidak sehat), Pontianak 17 (baik), Palangkaraya 15 (baik), Pangkalanbun 6 (baik) dan Banjarmasin 62 (sedang).

“Kondisi cuaca dan jarak pandang berdasar data BMKG pada pukul 16.00 WIB secara umum baik, berawan hingga hujan dengan jarak pandang lebih dari 5 km. Wilayah yang terdeteksi asap tipis di Riau dan Palembang dengan jarak pandang 5 km,” terang Agus.

Oleh karenanya, Agus menegaskan kondisi wilayah karhutla di Sumatera dan Kalimantan sudah membaik seiring dengan sudah banyaknya air hujan TMC maupun alami yang turun. Menurutnya, kini waktu yang tepat bagi pemerintah dan masyarakat untuk membangun sekat kanal dan embung dalam rangka mengembalikan kodrat alami gambut yaitu basah, berair, dan rawa.

“Selanjutnya masyarakat perlu menyesuaikan usahanya dengan kodrat alami gambut tersebut seperti menanam sagu, perikanan, peternakan atau usaha lain. Dengan cara ini diharapkan tahun depan kebakaran hutan dapat ditekan bahkan tidak terjadi lagi,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook