JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Jelang pemilihan umum (pemilu), konsumsi rumah tangga diperkirakan bakal meningkat. Khususnya selama masa kampanye. Namun demikian, investasi asing akan tertahan.
Head of Research DBS Group Maynard Arif menuturkan, selama kampanye kebutuhan terhadap makanan-minuman, transportasi, dan jasa lainnya cukup tinggi.
Menggerakkan massa tentu memerlukan modal yang tidak sedikit. Masing-masing kandidat bakal menggelontorkan dana untuk menggaet dukungan dan menyemarakkan pesta demokrasi.
Berdasarkan hitungan kasar DBS menilik pemilu sebelumnya, Maynard menyebutkan, dana yang digelontorkan mencapai triliunan rupiah. Untuk kandidat presiden, dana yang dikeluarkan berkisar Rp5 triliun. Lalu, dana kandidat anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sekitar Rp1 miliar.
Sedangkan di daerah, kandidat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi harus merogoh kocek kurang lebih Rp500 juta. Sedangkan, untuk kandidat DPRD kota/kabupaten sebanyak Rp100 juta.
"Kampanye dengan banyak orang, tentu butuh makan dan minum. Menyewa bus atau mobil. Para vendor dan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) akan untung. Artinya ada perputaran uang. Roda perekonomian berputar," kata Maynard di kawasan Menteng, Kamis (3/8).
Dengan demikian, dana yang dikucurkan para kandidat tersebut akan memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Terutama di kuartal IV 2023 hingga periode sebelum pemilu. Meski, kontribusinya tidak signifikan.
"Nggak banyak. Bila dikalkulasi ada tambahan sekitar 0,1 sampai 0,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB)," imbuhnya.
Maynard menekankan, pengeluaran tersebut merupakan hitungan kasar. Menghimpun dan merangkum dari berbagai sumber data pemilu-pemilu periode sebelumnya.
Di sisi lain, investasi asing jelang pemilu akan tertahan. Mereka cenderung wait and see. "Itu mencerminkan kehati-hatian akan hasil pemilu dan dampaknya pada peraturan, reformasi, dan keterbukaan terhadap bisnis," ujar Senior Economist DBS Bank Radhika Rao.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi