JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menandatangani perjanjian kerja sama mengenai penguatan dan pemanfaatan basis data pemilik manfaat (beneficial ownership) bersama dengan lima kementerian lainnya. Kerjasama tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko praktik-praktik penghindaraan pajak atau pengurangan pajak.
Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kerja sama itu diharapkan semakin melengkapi data yang diperlukan oleh Direktoral Jenderal Pajak (DJP) untuk menajalankan program Automatic Exchange of Information (AEoI). Dengan begitu, pemerintah akan lebih mudah mendapatkan informasi kepemilikan asli korporasi (ultimate beneficial).
“Itu yang selama ini menjadi kesulitan pada saat kita mau melaksanakan penghitungan perpajakan,” kata Sri Mulyani di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (3/7).
Menurut Sri Mulyani, perjanjian kerja sama tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemungutan pajak (tax collection) dari pemerintah. Pasalnya, kata dia, pemerintah kerap mengalami kendala mendapatkan informasi para pemilik manfaat dari koorporasi yang tidak terdata. “Terutama melakukan praktik base erosion and profit shifting (BEPS) atau melakukan transfer dalam rangka tax avoidance dan evasion,” tuturnya.
Oleh sebab itu, mantan direktur pelaksana bank Dunia itu meminta seluruh pelaku usaha untuk lebih transparan kepada pemerintah. Wabilkhusus, untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum. “Ini akan membuat tata kelola yang lebih transparan, akuntabel, dan konsisten terutama di sektor private,” tuturnya.
Adapun kementerian lainnya yang bekerja sama untuk menekan MoU dengan Kemenkeu adalah Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Kementerian Koperasi dan UKM.(jpg)