TAKENGON (RP) - Seribuan rumah hancur. Seribuan korban juga dirawat di rumah sakit hingga tak tertampung lagi. Korban meninggal dilaporkan mencapai 31 orang.
Tiap terjadi goncangan gempa susulan yang terjadi pada Selasa (3/7) sore dan malam harinya, terdengar suara-suara mengiris hati. Suara tangisan anak-anak, pekikan minta tolong di tengah gelap gulita dan bumi bergoncang
Isak tangis pecah setiap gempa susulan terjadi. Wartawan RPG Idris Bendung, yang persis berada di kabupaten berhawa sejuk itu merasakan langsung goncangan gempa dan melihat dengan dekat dampak gempa yang terjadi.
Mobil yang ditumpangi RPG sempat oleng dan hampir jatuh ke jurang karena kuatnya goncangan gempa yang akhirnya terpaksa mematikan mesin.
Gempa utama terjadi Selasa (2/7) pukul 14.37.03 WIB yang berlangsung antara 15 sampai 45 detik dengan kekuatan 6,2 scala richter.
Hingga kemarin pagi telah terjadi sedikitnya 15 kali gempa susulan. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, ada dua kali gempa susulan yang cukup kuat.
Gempa susulan pertama terjadi pada pukul 20.55.38 WIB dengan kekuatan 5,5 SR. Gempa susulan kedua terjadi pukul 22.36.44 dengan kekuatan 5,3 SR WIB.
Seribuan rumah hancur, tempat ibadah rubuh, jalan tertutup longsor dan aspal retak sampai sepanjang 50 meter dengan kedalaman mencapai 3 meter.
Itu belum lagi korban berjatuhan yang jumlahnya mendekati angka seribuan pula. Tidak itu saja, puluhan kenderaan pun dengan cepat menghindar di tepian bukit terjal agar tidak tertimpa tanah longsor.
Panik dan pekikan warga histeris di sisi jalan raya, membuat suasana kian mencekam. Hanya selang persekian detik saja, abu bercampur pasir berterbangan karena berasal dari rumah warga di tepi jalan Simpang Teritit, Kabupaten Bener Meriah, pada roboh.
Tiang-tiang antena parabola yang dipancang di atas tanah depan rumah, juga nyungsep ke tanah. Tanpa memperdulikan harta benda lagi, warga pun berhamburan ke luar rumah mencari tempat datar dan jauh dari bukit.
Gempa kedua yang cukup menambah ketakutan terjadi sekira pukul 21.00 WIB. Kekuatan gempa dibarengi suara gemuruh kali inilah yang menambah jumlah rumah rusak. Kemudian ditambah lagi, Rabu dini hari sekira pukul 03.00 WIB.
Seperti disampaikan Sugiarto warga Desa Pilar, Kecamatan Bies, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, kepada RPG yang melakukan pantauan, Rabu pagi sekira pukul 07.00 WIB.
Rumah-rumah warga yang bermukim di atas perbukitan pada hancur. Tempat ibadah juga mengalami hal serupa. Isak tangis pemilik rumah yang sebelumnya sempat mengungsi cukup histeris.
Sebab, sekembalinya istri Sugiato melihat kediamannya sudah porak poranda. Begitu pula dengan rumah tetangganya. Pemilik pun harus mengangkut baju-baju ke luar dari rumah. Tak ada satu pun perabot rumah tangga yang bisa digunakan. Semua hancur tertimpa beton.
Listrik padam dan hujan gerimis, cukup menambah trauma masyarakat di Takengon dan Lampahan, Kabupaten Bener Meriah. Terlebih lagi, bagi yang bermukim di kawasan perbukitan seperti di Kecamatan Angkop, Meunje, Ketol dan Bies.
Isak tangis anak-anak pun memecahkan kesunyian malam, setiap terjadi gempa susulan. Langkah mencari lapangan luas untuk berkumpul bersama tetangga senasib sepenanggungan harus ditempuh guna menghindari tertimpa bangunan dan longsor. Udara sejuk pun tak mampu dilawan kendati ada api unggun yang menemani warga di sisi tenda berdiri.
Baik itu di depan rumah maupun lapangan Bola Volly. Sementara warga yang memiliki halaman luas, langsung memasang seadanya bersama anak keluarga.
Tidak hanya itu, pengungsian mendadak ramai Selasa (2/7/2013) malam hingga Rabu (3/7) pagi pun sampai ke lokasi Lapangan Pacu Kuda, Blang Bebangka. Begitu pula terlihat tenda di halaman Kodim, Kota Takengon dan Halaman Kantor Bupati Aceh Tengah. Baru menjelang terlihat matahari warga kembali ke rumah.
Akibat gempa yang terjadi, jumlah korban terus bertambah. Jumlah pun mencapai angka 1500-an. Sampai-sampai RSU Datu Beru, Takengon, hingga pukul 12.05 WIB, Rabu kemarin (3/7) menerima pasien korban gempa 95 orang. Itu data yang diperoleh Rakyat Aceh, dari petugas UGD setempat
Melihat kondisi ini terpaksa dilakukan pasien rawat di tenda dan jalan menuju ruang sal. Sebab, beberapa korban dari kecamatan pun terpaksa dievakuasi ke RSU Datu Beru, Takengon.
Sementara, puluhan mahasiswa mencoba mengajak masyarakat pengguna jalan raya di Kota Tangengon, untuk memberikan sumbangan.
Dengan memanfaatkan persimpangan jalan, calon intelektual muda ini, sambil membawa kotak mie instan mengajak warga memberikan uang ala kadar.***