PADANG (RP) - Ratusan sopir taksi berunjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Sumbar, Senin (3/6) pagi. Mereka mendesak Pemprov mencabut izin operasional taksi Blue Bird karena diklaim telah mematikan usaha mereka. Namun, warga Padang justru mendukung keberadaan Blue Bird karena pelayanannya relatif memuaskan.
Demo para sopir taksi ini digelar sekitar pukul 10.00 hingga pukul 16.00 WIB. Ratusan taksi diparkir di halaman Kantor Gubernur. Mereka membawa spanduk berisi kecaman terhadap taksi Blue Bird.
Para awak taksi itu diterima Kepala Dishub Infokom Sumbar, Mudrika. Mereka mendesak Dishub mencabut izin taksi Blue Bird dan lebih peduli nasib mereka.
“Kami seperti UKM yang perlu dilindungi. Kami merasa Blue Bird telah mematikan usaha kami. Dulu kami telah demo. Kalau Gubernur Irwan Prayitno membawa Blue Bird, harusnya membicarakan ke kami, Organda juga tak pernah membicarakan hal ini ke kami. Kami tak diikutsertakan dalam pembicaran,” ujar Koordinator Aksi, Heru Marta kepada Padang Ekspres (Riau Pos Group), kemarin (3/6).
Ia mengakui sejak Blue Bird beroperasi, banyak armada taksi kehilangan pendapatan. “Awalnya kami bisa mendapatkan penghasilan Rp 100 ribu sehari, sekarang beli BBM saja sulit. Setiap ada kenaikan BBM kami selalu ditera argo. Kalau kami gunakan argo, justru merugikan kami karena harga relatif rendah,” ujar Heru.
Ditanya terkait keluhan masyarakat terhadap pelayanan taksi yang tak memuaskan, Heru beralasan pemerintah yang seharusnya melakukan pembenahan armada taksi, bukan malah memasukkan taksi baru.
Bukankah kesempatan berbenah telah diberikan Dishub? “Kami kan telah mulai berbenah. Kami pakai AC dan argometer. Tarif Blue Bird mematikan usaha kami,” kilahnya.
Sopir taksi lainnya, Zulkifli membenarkan keberadaan taksi Blue Bird telah mematikan usahanya. “Harusnya pemerintah berpihak pada kami,” ucapnya.
Menanggapi itu, Mudrika menegaskan tak pernah mendiskriminasikan dalam hal ini. “Justru Pemprov tetap memberi toleransi pada pengusaha taksi yang ada saat ini tetap beroperasi meski telah tua-tua. Harusnya, setelah tujuh tahun, taksi harus dilakukan peremajaan dan 12 tahun adalah batas maksimal taksi boleh beroperasi,” jelasnya.
“Keberadaan Blue Bird tidak mematikan potensi taksi yang telah ada. Karena segmennya berbeda. Blue Bird hanya melengkapi kekurangan jumlah dari kebutuhan taksi yang ada di Sumbar,” ujarnya.
Mudrika mengatakan, pihaknya telah memberikan kesempatan taksi yang telah ada untuk berbenah dan melakukan peremajaan. Hal itu telah disampaikan pada perusahaan taksi yang ada. Terhadap perusahaan taksi yang tak bisa memenuhi kuota mereka, Mudrika mengaku telah mencarikan jalan keluarnya.
“Tidak benar kalau kami tidak mengajak serta awak angkutan taksi. Kita sudah menggelar pertemuan dengan perusahaan taksi dan organda sebelum taksi Blue Bird beroperasi dan tak ada persoalan,” ujarnya.
Penolakan beroperasinya Blue Bird di daerah tidak hanya terjadi di Padang. Beberapa bulan Agustus 2012 lalu, Izin Blue Bird di bekukan walikota Batam setelah sebelumnya diizinkan untuk beroperasi. Tapi setelah berbagai negosiasi dan upaya hukum, Blue Bird akhirnya dapat kembali lalu lalang di Batam. (ayu/rpg)