JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Mulai Senin (3/8) hari ini, Bank Indonesia (BI) melarang setiap orang membawa uang setara Rp1 miliar atau lebih ke dalam dan ke luar daerah pabean Indonesia. Larangan membawa uang kertas asing diatur melalui PBI No.20/2/PBI/2018 tentang Perubahan Atas PBI No,19/7/PBI/2017 tanggal 5 Maret 2018.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, larangan tersebut tidak akan terlalu banyak berdampak positif untuk stabilisasi nilai tukar.
Pasalnya, sebagian besar transaksi ekspor impor lebih dilakukan lewat jasa perbankan alias transaksi non-cash. “Artinya uang kertas asing dipakai hanya untk bisnis individual yang nilainya tidak terlalu besar,” ujarnya kepada JPG, Sabtu (1/9).
Ia menyarankan agar bank sentral lebih memperketat lalu lintas devisa dari hasil ekspor melalui bank domestik. Menurutnya, kebocoran devisa lebih banyak disebabkan oleh dana hasil ekspor yang tidak di konversi ke rupiah. “Potensi kebocoran devisa selama ini ada di dana ekspor yg tidak dikonversi ke rupiah,” terangnya.
Selain itu, kebijakan tersebut juga dianggap dapat merugikan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) yang berorientasi ekspor. “Kemudian bagi pelaku usaha yang ada di daerah perbatasan mungkin merasa dirugikan akibat aturan ini. Tapi sebagai bentuk pengendalian terhadap money laundry apa yang dilakukan BI sudah tepat. BI mungkin bisa berkomunikasi lebih intens ke pelaku usaha domestik,” ujarnya.(hap/das)