Indonesia Bisa Jadi Net Importer Gas

Nasional | Kamis, 03 Mei 2018 - 11:10 WIB

Indonesia Bisa Jadi Net Importer Gas
Presiden RI Joko Widodo. (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Indonesia diperkirakan menjadi negara pengimpor gas pada 2022. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya permintaan gas di tanah air yang tidak diimbangi dengan naiknya produksi minyak dan gas nasional.

Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA) Ronald Gunawan mengatakan, untuk mengatasi ketimpangan tersebut, diperlukan investasi besar. Terutama buat eksplorasi untuk menemukan sumber-sumber migas yang baru.

Baca Juga :1.600 Warga Kuansing Terima Bantuan Mesin Pompa Air

”Dengan terus menurunnya produksi migas nasional, diperkirakan Indonesia menjadi net importer gas di tahun 2022,” ujarnya pada pembukaan The 42th IPA Convention & Exhibition di Jakarta, Rabu (2/5).

Menurut dia, hal tersebut menjadi tantangan besar, karena eksplorasi untuk menemukan cadangan migas baru telah bergeser ke daerah frontier dan laut dalam. ”Diperlukan investasi awal yang sangat besar dan teknologi yang tinggi,” ungkapnya.

Indonesia saat ini telah menjadi net importer atau negara yang mengimpor lebih banyak daripada mengekspor minyak bumi sejak 2002.

Rencana umum energi nasional (RUEN) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 menetapkan target porsi energi dari migas pada 2050 sebesar 44 persen. Dengan demikian, minyak dan gas bumi masih menjadi tulang punggung energi nasional dalam 20 sampai 30 tahun ke depan. Berdasar data SKK Migas, produksi gas bumi nasional menurun sejak 2014. Padahal, Kementerian Perindustrian memproyeksikan keperluan gas untuk industri terus melonjak hingga 2035. Yakni, dari 678.617,9 mmbtu pada 2012 menjadi 2,4 juta mmbtu pada 2035. Peningkatan keperluan gas domestik juga datang dari sektor ketenagalistrikan dan rumah tangga.

Di forum itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun turut menyentil kinerja Pertamina. Sebagai BUMN energi di Indonesia, Pertamina dinilai tidak pernah melakukan eksplorasi-eksplorasi baru yang signifikan. Imbasnya, angka produksi minyak dalam negeri terus menurun.

Jokowi mengatakan, sudah lebih dari 30 tahun perusahaan pelat merah itu tidak melakukan eksplorasi besar. Dia bahkan mengaku bingung dengan kondisi tersebut. ”Yang ada, eksplorasi yang kecil-kecil. Ini ada apa?” ujarnya saat membuka ajang itu.

Padahal, lanjut dia, jika yang menjadi persoalan adalah rumitnya aturan, upaya deregulasi dilakukan sejak tahun lalu, Menteri ESDM sudah memangkas 186 peraturan yang membuat rumit investasi di bidang energi. Sebanyak 14 di antaranya berkaitan dengan regulasi produksi di tingkat hulu.

Saat ditemui setelah membuka acara, Jokowi berharap Pertamina bisa meningkatkan produksi. Dengan demikian, keperluan akan bahan bakar impor bisa ditekan. ”Yang kita lihat sampai kita menurun, menurun, menurun. Sehingga kita semakin lama impornya semakin banyak,” imbuhnya.

Mantan wali kota Solo itu menambahkan, jika regulasi yang terkait dengan investasi di sektor hulu migas masih sulit, pihaknya membuka ruang diskusi. ”Kalau dianggap masih ruwet, di sebelah mana, supaya produksi meningkat dan eksplorasi lebih, (agar, red) orang lebih tertarik untuk masuk ke hulunya,” tuturnya.

SVP Upstream Business Development PT Pertamina (Persero) Denie Tampubolon mengatakan, tantangannya adalah sudah matangnya wilayah kerja Pertamina. ”Jadi, memang kalau secara geologi sifatnya mature, itu tentunya bukan lagi area yang bisa discovery yang seperti di green area yang baru sama sekali, ya. Jadi, agak terbatas size-nya,” ujarnya.

Meski demikian, Pertamina terus berusaha melakukan pengeboran 20 sumur eksplorasi tahun ini dan 15 sumur eksplorasi tahun lalu.(vir/far/c11/sof/lim)

Laporan JPG, Jakarta









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook