JAKARTA (RIAUPOS.CO)– Menteri Agama (Menag) membuat peraturan yang mewajibkan majelis taklim terdartar di Kementerian Agama (Kemenag). Dengan begitu, pemerintah tahu pasti ormas-ormas yang mendapat dana bantuan dari negara.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto meminta Kemenag tidak memberikan beban berat kepada majelis taklim. Misalnya, bagi majelis taklim yang tidak ingin mendaftar ke Kemenag, maka tidak perlu diberi sanksi.
“Bagusnya tidak perlu diwajibkan atau diharuskan. Bagi yang mau daftar silakan. Tapi, yang tidak daftar, ya jangan ada sanksi,” ujar Yandri saat dihubungi, Senin (2/12).
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini meminta pemerintah tidak semena-mena untuk membubarkan majelis taklim. Sebab majelis taklim harus tetap ada walaupun itu belum terdaftar di Kemenag.
“Bila majelis taklim tak mendaftarkan diri lantas konsekuensinya dibubarkan? Ya, tidak boleh dibubarkan,” tegasnya.
Sekadar informasi, Menteri Agama Fachrul Razi mengharuskan majelis taklim untuk terdaftar di Kemenag. Hal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29/2019 tentang Majelis Taklim.
Dalam draf PMA Majelis Taklim, aturan itu tertulis pada Pasal 6 poin 1. Pasal tersebut menyebutkan setiap majelis taklim diharuskan terdaftar dalam Kemenag.
Pada poin dua disebutkan pengajuan pendaftaran harus dilakukan secara tertulis. Kemudian poin ketiga tertulis jumlah anggota majelis taklim juga diatur paling tidak terdiri dari 15 orang, serta memiliki daftar kepengurusan yang jelas.
Di Pasal 9 tertulis, setelah majelis taklim mendaftar dan melalui proses pemeriksaan dokumen dan dinyatakan lengkap, Kepala Kementerian Agama akan mengeluarkan Surat Keterangan Terdaftar atau SKT. Surat tersebut berlaku untuk lima tahun dan dapat diperpanjang.
Sedangkan pada Pasal 19 tertulis majelis taklim harus memberikan laporan kegiatan majelis pada Kantor Urusan Agama (KUA) paling lambat 10 Januari tahun berikutnya.
Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com