PADANG (RP) - Belum adanya kepastian hasil pilkada dari KPU, membuat pasangan calon dan tim sukses harap-harap cemas. Mereka masih terus mengumpulkan data dari para saksi. Pasangan Mahyeldi-Emzalmi dan Desri Ayunda-James yang sementara ini memperoleh suara teratas, ternyata memiliki data perolehan suara berbeda.
Masing-masing tim sukses mengklaim datanya valid, karena menggunakan data formulir C1 dari saksi tiap TPS. Tim sukses pasangan calon Mahyeldi-Emzalmi mengklaim menang telak dengan perolehan suara 30,09 persen dari total suara masuk 313.178 suara. Sedangkan Desri-James hanya memperoleh 19 persen suara. ”Kita memang menargetkan satu putaran. Data dari seluruh saksi di TPS menunjukkan kami menang satu putaran. Pasangan lain jauh berada di bawah,” ujar Ketua Tim Pemenangan Mahyeldi-Emzalmi, Muharlion.
Cawako Padang Mahyeldi pada sejumlah wartawan, kemarin (31/10) menyampaikan kalau data tersebut dikumpulkan dari formulir C1 setiap saksi. Makanya, pihaknya merasa sangat yakin akan keakuratan data. Meski begitu, baik Mahyeldi maupun Muharlion menyebutkan pihaknya masih menunggu hasil resmi KPU yang diumumkan 5 November.
Sedangan pasangan Desri-James mengklaim pilkada bakal berlangsung dua putaran, setelah melihat hasil penghitungan suara yang dilakukan timnya. Tim Desri-James menyebutkan, sudah mengumpulkan suara 308 ribu. Dari data itu, pasangan Desri-James memperoleh suara 25,54 persen, sedangkan Mahyeldi 27,29 persen.
“Kita memang tertinggal dari pasangan nomor urut 10. Tapi akan ada putaran kedua, karena perolehan suara calon tidak ada yang sampai 30 persen,” ujar Cawako Desri Ayunda.”Jika kami kalah karena ada kecurangan dan merugikan kami, maka tentu kami kaji untuk bisa dilaporkan ke MK,” tambahnya.
Pengamat politik dari IAIN Imam Bonjol M Taufik menilai, klaim data dari masing-masing pasangan calon adalah wajar. Tapi publik jangan sampai terpengaruh dengan data tersebut. “Lebih baik menunggu data resmi KPU, karena dilakukan secara bertahap dan tidak ada kepentingan,” ujarnya.
Di sisi lain, peneliti dari lembaga survei MIKA Consultant Politic, Andri Rusta menilai dari penelitian mereka tingkat partisipasi pemilih cukup rendah. Banyak hal memicu cukup tingginya angka golput tersebut. Faktor terbesarnya adalah, akibat masyarakat sudah apatis dan calon terlalu banyak. “Parahnya lagi, sang calon tidak begitu dekat dengan masyarakat, sehingga mereka kurang begitu dikenal,” terang Andri. (ek/zil/rpg)