JAKARTA, (RIAUPOS.CO) - Pelanggan golongan rendah menikmati penurunan tarif listrik adjustment mulai, Kamis (1/10). PLN menetapkan harga baru yang berlaku hingga Desember. Dengan ketentuan, tarif golongan rendah turun Rp22,3 per kWh dari Rp1.467 per kWh turun menjadi Rp1.444,70 per kWh.
Executive Vice President Communication and CSR PLN Agung Murdifi menuturkan, pemerintah dan PLN ingin memberikan ruang bagi pelanggan golongan rendah agar dapat lebih banyak memanfaatkan listrik untuk menunjang kegiatan ekonomi dan kegiatan keseharian.
"Listrik sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat saat ini. Seluruh aktivitas masyarakat ditopang pasokan listrik," katanya kemarin.
Tidak ada ketentuan khusus bagi pelanggan yang ingin mendapatkan harga baru tersebut. Pelanggan yang mendapatkan penurunan tarif listrik itu, antara lain, R (rumah tangga)-1 TR (tegangan rendah) 1.300 VA, R-1 TR 2.200 VA, R-2 TR 3.500 VA–5.500 VA, R-3 TR 6.600 VA, B (bisnis)-2 TR 6.600 VA–200 kVA, P (kantor pemerintah)-1 TR 6.600 VA–200 kVA, dan P-3 /TR. Pelanggan rumah tangga daya 450 VA memperoleh diskon 100 persen atau digratiskan dan pelanggan rumah tangga daya 900 VA bersubsidi mendapatkan diskon 50 persen yang dimulai sejak April. Keringanan juga diberikan kepada pelanggan bisnis kecil daya 450 VA dan industri kecil daya 450 VA dengan diskon 100 persen.
Sementara itu, menurut pengamat energi Komaidi Notonegoro, penurunan tarif listrik kali ini dilandasi keinginan pemerintah untuk meningkatkan konsumsi masyarakat.
"Pemerintah sebenarnya lebih berkeinginan agar ekonomi bergeliat," ungkapnya kepada Jawa Pos (JPG).
Di tengah impitan ekonomi yang melemah, kebijakan penurunan tarif itu diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendukung stabilitas ekonomi nasional. Terlebih, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan IV akan minus dan memasuki fase resesi.
Komaidi menjelaskan, tarif listrik diturunkan pemerintah di tengah ruang fiskal yang terbatas.
"Agak berat sebenarnya kondisi ruang fiskal. Tapi, memang pemerintah mencoba berbagai instrumen. Salah satunya ya penurunan tarif ini. Ruang fiskalnya sebenarnya nggak ada juga karena penerimaan negara kan turun semua," jelasnya.
Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam kesempatan sebelumnya mengakui, pandemi turut menurunkan penjualan dan pendapatan PLN. Pemicunya, konsumsi listrik menurun selama masa pandemi. Pemerintah mencatat, pada paruh pertama tahun ini, konsumsi listrik di delapan wilayah anjlok di atas 5 persen. Delapan sistem kelistrikan yang penurunannya melampaui 5 persen adalah Sumbar sebesar 7,12 persen; Sulselra 7,68 persen; Bali 32,87 persen; Jatim 6,33 persen; Jateng 6,28 persen; Jabar 10,57 persen; Banten 12,82 persen; serta Disjaya dan Tangerang 5,62 persen.
Namun, pada Juni 2020, terjadi pertumbuhan konsumsi listrik 5,46 persen year-on-year (yoy) jika dibandingkan dengan capaian Juni 2019. Dari realisasi tersebut, Kementerian ESDM mencatat ada satu sistem yang pertumbuhannya negatif, yaitu Bali dengan penurunan konsumsi mencapai 17,79 persen yoy.
"Seperti badan usaha lain, PLN terdampak pandemi Covid-19. Penjualan menurun karena konsumsi menurun. Pendapatan juga menurun, sedangkan biaya operasional meningkat. Ini berujung pada cash flow PLN makin tertekan," tutur Arifin.(dee/res/c14/fal/jpg)