(RIAUPOS.CO) -- Tak bisa dipungkiri banyak anak-anak muda menghabiskan waktu di depan gawai, baik di bus, di rumah, di kosan bahkan di WC sekalipun.Kendati demikian, keberadaan media sosial (medsos) juga bisa menjadi ladang rezeki tersendiri bagi sebagian orang yang mampu memanfaatkannya untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Hal tersebut diungkapkan seorang aktivis media sosial Muthi Haura. Ia menjadikan media sosial sebagai tempat bersenang-senang juga tempat mencari uang.
“Aku suka nulis, zaman SMA dulu nulis di note Facebook. Bikin cerita di sana, banyak yang komentar jadi semangat nulis, lalu kenal blog, kayanya asik jadi dicoba juga,” kata Muthi, Ahad (30/6).
Muthi bercerita, lama-kelamaan ia semakin menyadari jika media sosial bisa menjadi ladang besar untuk berkarya dan menuangkan kreativitas. Muthi juga tidak menampik jika menjadikan media sosial mata pencaharian utamanya. “Main medsos itu asyik, banyak yang bermanfaat, bisa nambah link, nuangin kreativitas bisa dapatin uang pula,” tutur Muthi.
Tak hanya aktif di blog, Muthi juga aktif di Instagram. Bahkan ia memanfaatkan banyak media sosial seperti Youtube, Instagram, Twitter, Facebook dan lain-lain untuk menuangkan kreativitasnya.
“Bisa jadi wadah untuk yang suka memotret, twitter buat nulis kata-kata puitis, pernah juga nyoba jadi penyiar di Podcast,” tambah Muthi.
Ia menyampaikan semua orang bisa menjadikan media sosial tempat beraksi sesuai passion masing-masing tergantung bagaimana cara memanfaatkannya. Perempuan lulusan Ilmu Komunikasi ini mengungkapkan jika seseorang memiliki ketertarikan memotret, maka bisa memulai dengan Instagram. “Kalau suka motret, maksimalkan lagi untuk posting hasil potretan, kasih caption yang bagus,” katanya.
Di awal memulai, tak bisa dipungkiri juga jika memiliki followers dalam jumlah banyak bisa dikatakan sulit. Tapi Muthi mengatakan seiring berjalannya waktu, jika serius menggarap konten dan mengisi media sosial, lambat laun jumlah followers juga akan semakin meningkat. “Setiap karya punya penikmatnya sendiri,” terangnya.
Ketika disinggung masalah penghasilan, Muthi menyampaikan jika membangun media sosial guna mendapatkan uang tidak bisa dicapai dalam waktu singkat. Ia menyarankan untuk mengubah tujuan awal dari mencari uang menjadi niat untuk mem-branding diri sendiri.
“Motivasi untuk ngejar materi itu cepat kendornya, nanti sebulan dua bulan terus ngerasa nggak dapat apa-apa akhirnya berhenti,” ujar Muthi.
Ia mengaku mendapatkan uang dari medsos mulai dari Rp20 ribu hingga ratusan ribu rupiah untuk sekali unggahan tergantung permintaan. “Ada yang pakai kontrak per bulan. Ada juga yang cukup sekali posting, ada juga minta semua media sosial, ada yang cukup satu media sosial,” akunya.
Ia menyarankan kepada generasi milenial untuk dapat memanfaatkan media sosial sebaik mungkin. Menurutnya banyak orang menghabiskan waktu dan paket data untuk bermain media sosial. Muthi menambahkan jika memiliki gawai sebagus apa pun jika tidak ada media sosial sama seperti sayur tanpa garam dan terasa hambar.
“Daripada medsos hanya dijadikan tempat untuk stalking gebetan, mending diisi untuk hal-hal berfaedah, kalau lagi galau bisa bikin puisi yang di-post di blog, youtube atau IG,” tambah Muthi.
Ia juga menyampaikan jika media sosial juga bisa menjadi penilaian tersendiri ketika melamar pekerjaan. Orang lain bisa menilai kepribadian seseorang melihat dari postingan-postingan di media sosial.
“Dari medsos juga, banyak yang bakal nawarin kerjaan, bahkan dari orang yang tidak disangka-sangka. Ayo jadi konten kreator dan terus belajar,” tutup Muthi.
Tak hanya itu, Muthi juga menjelaskan jika menjadi seorang influencer tak semudah yang dibayangkan orang lain. Muthi bercerita jika banyak orang mencibir pekerjaan yang dilakoninya itu.
“Mereka pikir gampang kerja di media sosial, padahal gak semudah itu. Kadang harus kejar deadline, belum lagi fee-nya gak langsung cair, bisa jadi sebulan atau lebih baru cair,” jelas Muthi.
Hal ini dibenarkan oleh influencer yang terbilang baru Ana. Awalnya ia tertarik dengan ajakan rekannya ketika ada sebuah campaign dari suatu brand. Ana sempat berpikir jika bekerja hanya mengunggah tulisan dan foto di media sosial akan mudah. “Setelah dijalanin gak semudah itu, apa lagi ada deadline-nya, terus nyusun kalimat itu juga gampang-gampang susah,” ucap Ana.
Hal yang menurut Ana sulit ketika serius menggeluti pekerjaan di dunia media sosial adalah konsisten. Tak jarang ia merasa jenuh dan bosan untuk mengunggah sesuatu di media sosialnya. Bahkan Ana mengaku pernah membiarkan akun media sosialnya ‘‘berjamur’’’
“Konsisten itu sulit, apa lagi kalau niat awalnya cuma cari duit. Yang hobi aja kadang ada bosannya apa lagi yang karena uang,” pungkas Ana. Ia mengungkapkan penghasilan pertamanya ketika mengikuti campaign Rp50 ribu. “Kalau sebulan yaa, cukuplah buat jajan, apalagi masih baru,” tuturnya.(*2/ade)
Laporan MARIO KISAZ, Kota