SURABAYA (RIAUPOS.CO) - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) terus mendorong para pelaku ekonomi kreatif tanah air untuk mendaftarkan merek dan hak cipta produk yang dimiliki. Tujuannya, mencegah pemalsuan yang dapat merugikan produsen dan konsumen.
Wakil Kepala Bekraf Ricky J Pesik menyatakan, masalah pendaftaran hak atas kekayaan intelektual (HAKI) memang cukup berat. Sampai saat ini, baru sekitar 17 persen dari 16,9 juta pelaku ekonomi kreatif di Indonesia yang sudah mendaftar HAKI. ’’Jadi, masih banyak PR kita karena ada sekitar 83 persen yang belum mendaftarkan. Padahal, manfaat dari HAKI itu besar,’’ ujarnya di sela-sela kegiatan Bekraf Developer Day 2018 di Surabaya, Ahad (1/7).
Menurut dia, kesadaran pelaku ekonomi kreatif untuk mendaftarkan HAKI belum begitu tinggi. Padahal, bila sebuah produk telah memiliki HAKI, kerugian akibat pemalsuan merek dapat ditekan. ’’Kesadaran pelaku kreatif ini cukup rendah karena mereka menganggap biaya mengurus HAKI besar dan pengurusan dokumennya rumit,’’ jelasnya.
Sebagaimana diketahui, pendaftaran HAKI ditujukan ke Kementerian Hukum dan HAM. Namun, Bekraf berkomitmen terus memfasilitasi dan mendampingi pelaku ekonomi kreatif untuk mendaftar. Sejak 2016 sampai sekarang, tercatat ada 4 ribu pelaku usaha industri kreatif yang didaftarkan Bekraf untuk memiliki HAKI.
’’Kami menargetkan sampai 2019 bisa memfasilitasi 10 ribu pelaku kreatif. Makanya, kami akan masif melakukan sosialisasi terkait dengan masalah tersebut agar kesadaran mereka terus bertambah,’’ papar Ricky.
Persoalan besar lain di industri kreatif Indonesia yang ditemui hingga kini adalah masalah talenta. Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari menjelaskan bahwa industri kreatif tanah air sampai sekarang kekurangan ahli-ahli yang tanggap terhadap digital ekonomi. ’’Yang minat untuk bekerja di industri kreatif sebenarnya banyak. Tetapi, yang benar-benar ahli masih sedikit,’’ ungkap Hari.