MEDAN (RIAUPOS.CO) -- Duka mendalam kembali menyelimuti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), khususnya di Medan dan Sumut. Dua dokter spesialis meninggal dunia akibat terserang Covid-19. Keduanya adalah dr Daud Ginting SpPD FINASIM dan dr Edwin Parlindungan Marpaung SpOT.
Ketua IDI Cabang Medan dr Wijaya Juwarna Sp-THT-KL menjelaskan, dr Daud Ginting yang berusia 66 tahun meninggal pada Ahad (30/8) sekitar pukul 02.00 WIB. Kesehariannya bertugas di RSUD dr Pirngadi Medan.
"Beliau (dr Daud Ginting) dirawat seminggu di RSU Mitra Sejati. Kemudian dirujuk dan dirawat selama seminggu pula di RSU Martha Friska Multatuli," terang dr Wijaya kepada Sumut Pos (JPG), Senin (31/8).
Selain itu, sambung Wijaya, istri dr Daud juga dirawat di RSU Martha Friska Multatuli karena Covid-19. Hingga kemarin, sang istri masih menjalani perawatan intensif. Sementara itu, dr Edwin Parlindungan Marpaung meninggal pada Ahad (30/8) pukul 21.44 WIB. Dokter spesialis bedah tulang tersebut wafat di RS Columbia Asia.
"Usia dr Edwin sekitar 44 tahun. Selama ini bertugas di RS Siloam, RS Murni Teguh, dan sejumlah rumah sakit lain," tutur Wijaya.
Lebih lanjut, Wijaya mengatakan, saat ini masih ada 14 anggota IDI Cabang Medan yang sedang berjuang melawan Covid-19. Mereka diisolasi di rumah sakit. Ada juga yang memilih isolasi mandiri.
"Ada 7 orang yang dirawat di rumah sakit dan 7 lagi isolasi mandiri," katanya.
Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta masih enggan membuka data dokter yang meninggal karena Covid-19. "Kalau pertanyaan wartawan kami kumpulkan lewat dokter Irma, memang kebijakannya satu pintu," kata Kepala Seksi Data, Informasi, dan Pelaporan Dinkes DKI Verry Adrian.
Verry berkilah, dirinya hanya bertugas mengumpulkan data kesehatan secara umum. Jadi tidak mengurus data Covid-19. Baik itu data pasien maupun tenaga kesehatan (nakes) yang terpapar Covid-19. Namun, dokter Irma yang menjadi asisten kepala Dinkes DKI tidak bisa dikontak sampai berita ini diturunkan.
Sementara itu, Ketua IDI DKI Jakarta Slamet Budiharto juga mengaku tidak memiliki data terperinci soal dokter yang meninggal maupun yang terpapar Covid-19 di Jakarta.
"Diskes DKI yang tahu. Ahad lalu kalau tidak salah ada 40-an dokter yang terpapar. Kalau yang meninggal, yang terakhir dokter Nastiti (Nastiti Noenoeng Rahajoe, red). Di Jakarta sekarang jarang meninggal. Dokter Nastiti itu karena usianya sudah sepuh," terangnya.
Slamet mempertanyakan sikap Diskes DKI yang menutupi data nakes yang terpapar maupun yang meninggal. Padahal, jika data diberikan, IDI bisa membantu.
"Kalau ada datanya, kami bisa menindaklanjuti, supervisi. Kami kan ingin membantu, ini malah di-keep," tambahnya.
Slamet juga meminta Gubernur DKI Anies Baswedan mengubah strategi penanganan pandemi. Dia mengakui, testing yang masif dilakukan di Jakarta sangat baik. Namun, testing seharusnya tidak dilakukan random, tapi harus dari kontak dengan kasus positif.
"Testing random itu bagus. Kalau saya tidak setuju, yang dites itu harus yang kontak, tracing namanya. Lalu, orang normal didatangi untuk sosialisasi protokol kesehatan. Kan orang awam mau tanya ke mana lagi? Puskesmas satu-satunya, itu Dinkes DKI yang bisa," ungkapnya.
Selain itu, seharusnya Pemprov DKI bermitra dengan IDI untuk mengubah strategi dalam menangani pandemi Covid-19. Utamanya mencegah lebih banyak lagi nakes yang terinfeksi.
"Kalau sampai itu terjadi, nakes kita akan kelelahan, daya tahan tubuh jatuh, jadi harus dicegah," tuturnya.(rya/c9/oni/jpg)