KEKERASAN AGAMA

NU-Muhammadiyah Kecam Kekerasan di India

Nasional | Minggu, 01 Maret 2020 - 01:52 WIB

NU-Muhammadiyah Kecam Kekerasan di India
SEPI: Seorang warga melihat bangunan toko-toko yang rusak setelah bentrokan massa yang pro dan kontra amandemen UU Kewarganegaraan India, Rabu (26/2) (Sajjad HUSSAIN/AFP)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kekerasan terhadap umat Islam di India mendapat sorotan dari NU dan Muhammadiyah. Dua ormas Islam terbesar di Indonesia itu mengecam tindakan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa tersebut. Pemerintah Indonesia diminta mendesak PBB untuk menyampaikan pernyataan keras.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya sangat prihatin atas diskriminasi dan terjadinya tindakan kekerasan terhadap muslim di India. "Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan hak asasi manusia," jelasnya kepada Jawa Pos kemarin (28/2).


Muhammadiyah mendesak pemerintah India untuk menghentikan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap seluruh warga negara, khususnya yang beragama Islam. Mu’ti menuturkan, pemerintah Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB hendaknya mengangkat masalah di India dalam sidang khusus dan mendesak anggota PBB agar menyampaikan pernyataan keras terhadap diskriminasi serta keamanan di India.

Menurut pengajar UIN Syarief Hidayatullah Jakarta itu, apa yang terjadi di India berpotensi mengancam perdamaian di kawasan Asia Selatan dan dunia. Pria asal Kudus itu menyatakan, Muhammadiyah memaklumi jika sebagian masyarakat melakukan aksi solidaritas kemanusiaan. "Akan tetapi, semua hendaknya dilakukan secara damai dan mengindahkan aturan yang berlaku," paparnya.

Sementara itu, Ketua Harian Tanfidziyah PB NU Robikin Emhas menyampaikan duka mendalam atas jatuhnya korban jiwa dan luka akibat konflik kontroversi UU Kewarganegaraan di India. Dia sepenuhnya yakin bahwa setiap agama memiliki nilai humanitarian dan membawa pesan perdamaian. "Oleh karena itu, kekerasan atas nama apa pun tidak bisa dibenarkan, apalagi mengatasnamakan agama," jelas pria asal Gresik itu.

Robikin mengatakan, pluralisme merupakan karunia Tuhan yang tidak boleh dinodai. Karena itu, persekusi atas nama mayoritarianisme tidak bisa dibenarkan. Sebagai warga dunia, dia merasa perlu mengingatkan ajaran dan semangat perjuangan tokoh kemerdekaan India, Mahatma Gandhi, yang anti kekerasan. Suatu gerakan yang sepatutnya menjadi teladan.

Sebagai negara yang mayoritas muslim, kata dia, warga Indonesia harus memberikan teladan. Jangan ada yang terprovokasi dan terpancing. "Tunjukkan kita umat yang beradab, bangsa yang berbudaya," ucapnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook