LIPUTAN KHUSUS

Sekolah Atau Berkerja?

Liputan Khusus | Minggu, 03 Januari 2016 - 11:20 WIB

Sekolah Atau Berkerja?
HIDUP DI JALANAN: Anak-anak jalanan sedang mengemis di simpang-simpang lampu merah Kota Pekanbaru. Mirisnya, mereka malah didampingi orangtua yang tidak peduli dengan sekolah atau tidaknya mereka. DEFIZAL/RIAU POS

Begitulah cara Sri menghidupi anak-anaknya. Oh, ternyata tidak semua anak-anak itu anak kandung Sri. Ia menyebut anak tetangganya, kecuali anak yang digendongnya. Tidak setiap hari Sri duduk di simpang itu. Berpindah-pindah. Kadang di lampu Merah Ajmad Yani-Cempaka kadang masuk ke pasar-pasar. Kadang sampai pula ke pasar Bangkinang. Itu pengakuan Sri.

Setelah berpisah dengan suaminya, tidak ada pilihan bagi Sri untuk menghidupi anak-anak itu kecuali dengan hidup dari satu simpang ke simpang lain. Katanya, mereka perlu hidup, perlu makan, perlu pakaian, perlu sewa rumah. Diakuinya juga kalau Nindi seharusnya sudah sekolah. Tapi karena tidak ada biaya, Nindi harus ikut berkerja bersamanya.

Baca Juga :Cerita Natasha Wilona soal Masih Akrab dengan Para Mantan

Tidaklah mudah hidup di jalanan. Itu sangat diakui Sri.  Sering kali anak-anaknya demam karena hujan dan panas. Terlebih saat pertama kali turun ke jalan. ‘’Lama kelamaan anak-anak sudah kebal semua. Sudah biasa hidup di jalan. Mau kerja di rumah orang, anak kecil, tidak ada yang menjaga. Susah. Ya, siapa sih yang mau hidup di jalanan seperti ini,’’ aku Sri.

Sri cukup tertutup. Ia tidak mau bercerita banyak tentang anak-anak yang bersamanya itu. ‘’Yang penting anak-anak ini bisa makan. Itu sudah cukup,’’ katanya singkat.

Itu perbincangan Riau Pos dengan Sri beberapa waktu lalu. Saat ini, Sri tidak terlihat lagi di persimpangan itu. Begitu juga dengan anak-anaknya. Tapi, simpang empat lampu merah tersebut tetap ramai oleh anak-anak jalanan yang juga tidak sekolah. Setiap malam, simpang ini selalu berganti penghuni. Sempat sepi, terutama saat musim razia. Setelah itu ramai kembali.

Tidak hanya di simpang ini. Simpang lampumerah di depan Mal SKA juga menjadi persimpangan favorit bagi anak-anak jalanan. Sama, mereka juga berpindah-pindah. Tidak hanya anak-anak yang mengemis, tapi juga mengamen. Anak-anak punk juga banyak di persimpangan ini. Meski tidak setiap hari, tapi lebih terlihat sering ada daripada tidak.

Nindi dan Rudi adalah anak-anak yang sehari-hari hidup di kota. Mereka tahu persis bagaimana kerasnya hidup di jalanan. Tidak hanya susah mencari uang, tapi juga sering melihat perkelahian antara sesame penghuni simpang. Lain pula dengan Jenah (12). Ia anak akmpung. Tidak pernah melihat mobil, tidak pernah melihat lampu merah di persimpangan atau hiruk-pikuk suasana perkotaan.

Jenah tinggal di daerah terpencil. Ia juga berasal dari suku pedalaman, Suku Akit. Kampung Nerlang, Kecamatan Sungai Tohor Barat, Kepulauan Meranti adalah tanah kelahirannya. Di sana ia tinggal bersama orangtua, kakak dan adek serta tetangga dari suku yang sama. Sehari-hari Jenah menyusuri hutan bakau, mencari kayu dan dijual ke bangsal arang yang ada di seberang selat. Jauh. Harus menggunakan sampan.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook