Dari kegiatannya menyusuri berbagai daerah aliran sungai (DAS) dan sub DAS yang menjadi nadi drainase Kota Pekanbaru, ia mengatakan persoalannya itu ya di drainase.
"Ada banyak drainase yang tak sesuai dengan idealnya. Misalnya dari kondisi yang ada idealnya drainase empat meter, tetapi di lapangan hanya 2 meter. Kadang ada dinding drainase ataupun gorong-gorong sudah patah dan banyak sampah serta sumbatan lainnya,"ujar Ikhsan.
Lebih lanjut ia memaparkan, dari hasil identifikasi lapangan, ada 18 sub DAS (aliran anak sungai) di Kota Pekanbaru tempat mengalirnya air. Pekanbaru sebelah utara sub DAS yang mengalir dan bermuara ke Sungai Siak adalah mulai dari Takuana, Umban Sari, Meranti Pandak, Limbungan, Ukai dan Lukud. Sebelah Selatan sub DAS yang mengalir dan bermuara ke Sungai Siak adalah Sibam, Air Hitam, Jalan Pembangunan, Senapelan , Sago, Limau, Sail, Tenayan Raya, dan Pandau. Sedangkan Selatan Sungai Siak yang bermuara ke Sungai Kampar ada di wilayah Tarai, Cipta Karya, dan Kelulut.
Menanggapi apa saja garis besar isi dari master plan mengatasi banjir tersebut, ada 5 poin. Pertama, mengidentifikasi aliran, dipetakan alirannya ke mana, kondisi drainasenya, lebarnya, hambatannya apa untuk semua subdas yang di Pekanbaru, juga dimensinya. Kedua, melakukan analisis kecukupan. Seperti apa kapasitas air, berapa yang meresap, berapa yang bisa mengalir. Kalau cukup, banjir. Kalau tidak cukup, berpotensi banjir.
Ketiga, solusi. Upaya melakukan perbaikan pada drainase yang tak memenuhi syarat. Parit yang ada sekarang 2 meter harusnya 4 meter. Gorong-gorong yang tak sesuai standar 2 meter dari seharusnya 4 meter. Juga biayanya berapa untuk drainase, gorong-gorong, box. Keempat, menetapkan DAS yang ada wewenangnya siapa. Pemerintah Pusat, lanjutnya, khusus sungai besar. Biasanya ditangani oleh Balai Wilayah Sungai (BWS).
Untuk sungai besar kodenya biasanya Ordo 2, yakni Sungai Siak, Sail, Sibam dan Kelulud. Menurutnya Pemerintah Pusat bisa membenahinya misalnya dengan melakukan pengerukan dan pendalaman. Wewenang provinsi pada sungai-sungai di wilayah perbatasan antara Pekanbaru-Kampar. Parit-parit yang berada di jalan provinsi. Misalnya di Soebrantas. Drainase kiri-kanan merupakan kewenangan provinsi.
"Yang kota selain itu. Lebih banyak. Sudah kita petakan di MP siapa-siapa yang berwenang melakukannya juga sudah ada,"ujarnya.
Kelima, menetapkan skala prioritas penanganan banjir. Untuk jangka pendek (2 tahun), ada yang mendesak dilakukan yakni pembersihan saluran yang tersumbat. Caranya dikerok saja. Ada gorong-gorong yang patah, tumbang, jatuh, dan perlu diangkat. Keenam, pembiayaan. Biaya perbaikan dan pembersihan drainase itu, lanjutnya, dalam setahun berkisar Rp8,5 miliar. Bahkan satu tahun bisa selesai bila fokus di titiknya.
Sedangkan untuk program jangka menengah adalah pembangunan gorong-gorong (5 tahun). Sedangkan program jangka panjang 10 tahun. Ada juga upaya lingkungan dengan membuat kolam-kolam tampungan. Menurut Ihsan, Pekanbaru resapannya relatif bagus karena pasir di bawahnya.
Bukan "Kuali"
Menanggapi ada pendapat yang berasumsi bahwa topografi Pekanbaru seperti kuali hingga air mudah tergenang, menurutnya itu tidak benar. Kecuali di Meranti Pandak dan di tepi Sungai Siak. Menurut Dr Ikhsan, bukan itu alasan mengapa Pekanbaru kerap banjir. Tapi karena parit dan drainase yang umumnya kapasitas kecil. Dari riset lapangan mereka menemukan parit-parit di Senapelan, Jalan Pembangunan, lalu menyeberang ke Jalan Pangeran Hidayat, bukanlah ukuran standar.
Begitu juga parit di belakang Jalan Sudirman ke arah Sungai Siak. Sekarang ini orang membangun, tapi drainasenya tidak dibangun. Yang paling parah itu Subdas Ciptakarya. Masyarakat membangun, tapi drainase tidak disiapkan.
"Kelulud itu rasionya masih mendekati normal 0,8-0,9. Idealnya kan 1. Klau di Sub-DAS Cipta Karya bisa 0,5. Misalnya perlunya 4 meter tapi yang ada cuma 2 meter,"ujarnya.
Menanggapi berapa biaya untuk mengatasi banjir Kota Pekanbaru secara keseluruhan, Dr Ikhsan mengatakan totalnya Rp185 miliar.
"Untuk Kota Pekanbaru saya hitung Rp185 miliar itu total. Artinya ada Rp36 miliar per tahun yang bisa dialokasikan untuk mengatasi banjir dalam lima tahun,"ujarnya.
Sementara untuk banjir di jalan-jalan protokol problemnya ada pada drainase. Menurutnya pembangunan kota sangat pesat, tapi ruang endapan tanah makin tidak ada. Sedangkan drainase yang ada tidak sesuai ukuran seharusnya. Belum lagi kabel-kabel fiber optik yang kadang melintasi sungai, membuat sampah bisa tertahan di bawah jembatan. Tenaga kebersihan drainase juga kurang fokus membersihkan. Targetnya membersihkan saluran yang tampak. Padahal logikanya melancarkan aliran air.
Menanggapi soal banjir di wilayah kisaran pasar pagi Panam, temuan tim MP, gorong-gorong yang ada kecil dan tidak lancar.
"Solusi banjir itu ya komitmen dan keberpihakan eksekutif dan legislatif untuk merealisasikannya,"ujar Ikhsan.
Ia juga menyebut, beberapa titik yang rawan misanya di samping Hotel Aryaduta yang aliran air sungai kecilnya itu menuju ke hutan kota.
"Itu gorong-gorong lama. Itu yang besinya sudah melengkung menahan beban. Kalau tak segera diperbaiki, jalan di atasnya bisa amblas seperti kasus di Surabaya dulu,"ujarnya mengingatkan.
Sementara untuk Sungai Sail sedimentasinya parah karena dia bawa lumpur dari hulunya. Karena dampak buka lahan buat sawit, lumpurnya mengalir. Selain itu penyempitan sungai terjadi di dekat Jondul dan perumahan Kuantan Regency. Normalnya 20 meter. Kini tinggal 8-6 meter saja lagi. Padahal itu hilirnya. Karena penyempitan itu, maka air di hulu tertahan yang menyebabkan genangan.
"Solusi jangka pendeknya kalau mau cepat pengerukan-pengerukan saja dulu. Mulai dari Jalan Arifin Achmad, lalu jalan-jalan protokol lainnya,"ujar Ikhsan.
Secara bersamaan, hal itu juga dilakukan di berbagai jalur drainase yang teridentifikasi mengalami penyumbatan dan kerusakan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa penanganan banjir Kota Pekanbaru bisa diselenggarakan dengan penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) dan taman kota yang di dalamnya ada drainase dan ada kolam penampungan air sementara. Solusi ini lebih alami dan ramah lingkungan. Selain itu, lanjutnya, anak-anak sungai bisa dikelola dengan prinsip water front city. Sehingga rumah atau ruko bisa dibuat menghadap ke sungai.