Kelahiran Bayi Gajah di Hari yang Fitri

Lingkungan | Minggu, 25 Agustus 2013 - 08:22 WIB

Kelahiran Bayi Gajah di Hari yang Fitri
Ria dan sang bayi kala digiring ke Camp Flying Squad, sesaat setelah melahirkan. Foto: WWF for Riau Pos

Seekor  bayi  Gajah Sumatera  (Elephas maximus sumatranus) lahir di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau,  pada Rabu (8/8), sehari menjelang Hari Raya Idul Fitri.  Anak gajah berjenis kelamin betina ini lahir  dari induknya yang bernama Ria. Dengan berat sekitar 90 kilogram kondisi hewan ini terlihat sehat. Kelahiran bayi gajah ini membuka lembaran baru kehidupan gajah Sumatera yang terancam punah.

Laporan, GEMA SETARA dan MASHURI KURNIAWAN, Pekanbaru

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Kehidupan anak  gajah ini seakan memberikan kabar gembira,  setelah beberapa waktu lalu berturut-turut mendengar kabar duka kematian gajah Sumatera di Riau dan Aceh.  Ini merupakan kali keempat kelahiran anak gajah yang terjadi di tim flying squad dari semenjak beroperasinya di TNTN pada 2004.

Bayi ini sekarang masih mendapatkan perawatan dan bimbingan dari induk serta pawang gajah atau mahout. Sang bayi juga mulai terbiasa untuk hidup mandiri. Namun demikian, bayi tersebut masih menyusui dari sang induk.   

Ria , induk gajah yang merupakan salah satu anggota tim flying squad  memang nampak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan dalam satu bulan terakhir. Kehamilan seekor gajah Sumatera pada umumnya berkisar antara 20-22 bulan dan para mahout (perawat  gajah) memperkirakan  kehamilan Ria sudah memasuki bulan-bulan terakhir.

Meskipun sudah diprediksi Ria akan melahirkan, namun tidak bisa diketahui waktunya secara tepat, sehingga mahout  tetap melakukan perawatan rutin.  Kelahiran ini pertama kali diketahui oleh mahout  Erwin Daulay.

Pada saat pertama kali terlihat, tidak seperti biasanya Ria seperti menghindar, dan ketika didekati ia melihat bahwa gajah kecil sudah berdiri disampingnya. Tim flying squad kemudian dengan hati-hati membimbing Ria dan anaknya menuju camp flying squad yang berjarak 700 meter dari lokasi.

Flying squad adalah tim penanganan konflik manusia-gajah yang terdiri atas empat ekor gajah terlatih  kerjasama WWF-Indonesia dan Kementerian Kehutanan (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, dan Balai Taman Nasional Tesso Nilo).

 Kepala BBKSDA Riau, Kemal Amas menyatakan, kelahiran anak gajah flying squad di TNTN ini tidak hanya sebagai hadiah Idul Fitri bagi upaya konservasi gajah namun juga berita gembira dari TNTN di antara tingginya kematian gajah di kawasan hutan tersebut dua tahun belakangan ini.

”Gajah memiliki karakter mirip manusia, tidak mudah menyerah terhadap keadaan,” ungkapnya kepada Riau Pos .

Pada tahun 2012, di Tesso Nilo, sebanyak  12 gajah ditemukan mati, dan tiga ekor di tahun ini.  Sebagian besar kematian gajah diracun. Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan Balai Besar KSDA Riau tengah mengupayakan penegakan hukum di Tesso Nilo ini.

Sementara itu Sunarto, Ahli Spesies dari WWF-Indonesia, menjelaskan  kelahiran gajah inimerupakan kado istimewa menyambut Hari Gajah se-dunia  pada 12 Agustus 2013 lalu.

‘’ Sebagian besar kematian gajah ini karena diracun.  Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan Balai Besar KSDA Riau tengah melakukan upaya penegakan hukum terhadap kematian gajah di TNTN ini,’’ ungkapnya.

Meski menghadapi laju kehilangan habitat dan konflik yang dahsyat, gajah terus berupaya untuk beradaptasi dan berkembangbiak. ‘’Kelahiran ini seolah membawa harapan baru bagi konservasi gajah di Indonesia khususnya di TNTN,’’ ungkapnya lagi.

Hambat Degradasi TNTN, Pulihkan Habitat Gajah

Degradasi mengancam Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Kekayaan alam hayati yang terkandung di dalam TNTN satu persatu habis dirambah pembalakan liar. Dengan leluasa  perambahan hutan hingga kini masih berlangsung di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Riau yang mengancam keberadaan hutan konservasi itu.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI, Dr Ir Novianto Bambang, mengatakan,  hutan TNTN memiliki keanekaragaman hayati tinggi serta merupakan habitat potensial untuk keberlangsungan jangka panjang bagi gajah Sumatera di Riau.

Terjadinya perambahan dilokasi hutan TNTN sangat berdampak satwa dilindungi dan ekosistim sekitar terganggu. Untuk diketahui, kata dia,  hutan Tesso Nilo merupakan hutan dataran rendah yang tersisa di Sumatera saat ini.

Dari hasil penelitian Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) tahun 2003 ditemukan pohon 215 jenis dari 48 family dan anak pohon 305 jenis dari 56 family. Juga ditemukan 82 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan obat dan 4 jenis tumbuhan untuk racun ikan. Jenis tumbuhan dan racun tersebut terdiri dari 86 jenis dan 78 marga yang termasuk 46 famili untuk mengobati sekitar 38 macam penyakit.

Dari data BPDAS Indragiri-Rokan, dikawasan ini ditemukan juga 23 jenis mamalia dan dicatat sebanyak 34 jenis. Dari jumlah tersebut 18 jenis diantaranya berstatus dilindungi dan 16 jenis termasuk rawan punah berdasarakan kriteria IUCN. Diantaranya adalah Rusa Sambar (Cervus unicolor), Kijang Muncak (Muntiacus muntjak), Tapir Cipan (Tapirus indicu), Beruang Madu (Helarctos malayanus), Gajah (Elephas maximus sumatranus), Harimau (Panthera tigris sumatrae).

Didalam hutan  Tesso Nilo,  terdapat beberapa anak sungai dan sungai besar yang bermuara ke Sungai Kampar. Sungai yang ada itu, sambungnya, airnya berwarna kecoklatan. Sungai-sungai itu diantaranya Sungai Segati, Sungai Nilo, Sungai Tesso, Sungai Toro, Sungai Mamahan, Sungai Air Sawan dan Sungai Medang.

Semua itu, jelasnya, merupakan lokasi tempat hewan seperti gajah mencari makan. ‘’Nah,  persoalan yang terjadi sekarang ini lebih dikarenakan adanya ketamakan manusia untuk menguasai lahan perkebuna. Inilah yang akan kita cegah bersama,’’ ujarnya.

Pemerintah daerah bersama dengan petugas TNTN, tegasnya, harus terus berkoordinasi mengawasi kawasan hutan tersebut. Dengan begitu, hewan seperti gajah habitat dan populasinya bisa terjaga dengan baik.

Bupati Pelalawan, H Haris menyebutkan, pemerintah daerah terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk selalu menjaga kawasan hutan TNTN. Sesuai dengan peraturan hukum berlaku.

‘’Jadi, tidak ada lagi yang namanya penebangan pohon. Apalagi sampai membuka lahan untuk perkebunan di Kawasan Hutan TNTN.  Saya sudah sampaikan kepada satker terkait untuk terus melakukan pemantauan dilapangan,’’ ujarnya singkat. ***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook