Kawasan Suaka Margasatwa (SM) Rimbang Baling saat ini terancam perambahan. Perkebunan sawit milik masyarakat mulai dibuka di sekitar lokasi hutan. Walaupun belum masuk dalam kawasan SM Rimbang Baling, aktivitas tersebut tentu saja bisa mengakibatkan terjadinya perambahan di suaka
margasatwa itu.
Laporan, MASHURI KURNIAWAN, Pekanbaru
Pemandangan itu bisa dilihat dari bukit pencong yang berlokasi tepat diatas SM Rimbang Baling Aliran air sungai yang jernih. Begitu juga dengan hamparan hijau hutan hujan daratan yang sekarang memang masih bisa dilihat. Namun kedepan bisa saja musnah begitu saja keindahan alam yang memang tiada ternilai harganya.
Kawasan hutan yang menjadi pelindung flora dan fauna juga diancam penambangan. Walaupun, tidak masuk dalam SM Rimbang Baling tapi kegiatan operasionalnya berada disekitar kawasan tersebut. Tidak jauh dari Hutan Rimbang Baling. Hanya berkisar lebih kurang 1 kilometer saja .
Humas WWF Riau, Syamsidar menjelaskan, kawasan ini kaya ekosistem sebagai hutan hujan dataran rendah. Hutan ini memiliki kekayaan hayati, seperti jenis tumbuhan langka, mempening, mersawa, kempas, keranji, kulim, pulai, kuranji dan lain-lain.
Bukan hanya itu, lokasi yang berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu berbatasan dengan Kabupateh Kuantansingingi itu terdapat 170 lebih jenis burung, rusa kukang, siamang, beruang madu, kambing hutan, tapir, simpai, dan siamang, kucing emas, dan ajak.
‘’WWF Riau bersama BBKSDA Riau melakukan upaya pencegahan terhadap perburuan hewan yang berada dalam kawasan ini. Hanya saja masih ditemukan jerat burung dan kawat seling jerat harimau dalam kawasan SM Rimbang Baling ,’’ ujarnya kepada Riau Pos, belum lama ini.
Lanjut cerita, sepanjang perjalanan menuju lokasi hutan sepanjang perjalanan bisa dilihat kekayaan ekosistem alam dalam kawasan hutan. Kicauan burung dan monyet bergelantungan menjadi pemandangan saat mengunjungi SM Rimbang Baling. Jejak kaki hewan langka seperti harimau juga bisa dilihat di tanah kuning daerah perbukitan kawasan tersebut.
‘’Gajah Sumatera juga tercatat pernah mendiami Hutan Rimbang Baling. Hanya saja tergerus perubahan alam,’’ ujarnya.
Dari data yang ada sekitar 2 ribu hektare lebih menjadi lahan perkebunan sawit. Sementara luas Rimbang Baling ada sekitar 136 ribu hektare. Dengan data tersebut, dapat dikatakan kawasan konversi tersebut bisa disulap menjadi kawasan ekowisata.
Masih dari data WWF Riau, masyarakat pedesaan yang tinggal di areal Suaka Margasatwa saat ini memang belum ada yang mengeluhkan terjadinya konflik dengan harimau. Mungkin dikarenakan kehidupan masih tradisional, sehingga ada kearifan masyarakat terkait menjaga hutan.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Ir Kemal Amas MSi, menjelaskan,dijadikannya Hutam Rimbang Baling sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan surat keputusan Gubernur KDH, Tk I Riau Nomor KPTS.149/V/1982 , tanggal 21 Juni 1982. Sebelumnya, kawasan ini dikelola sebagai Hak Penguasaan Hutan (HPH).
Lahan SM Rimbang Baling memiliki luas 136 ribu hektare hektar. Dengan topografi berbukit, kemiringan 25-100 persen. Harimau Sumatera paling banyak ditemukan di kawasan SM Rimbang Baling. Hanya saja saat ini diperkirakan populasinya menurun.
Dia menceritakan, Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling terletak 90 Kilometer dari ibu kota Provinsi Riau, Kota Pekanbaru. Bisa juga diakses melalui jalur lintas tengah Taluk Kuantan sekitar 2,5 jam, menuju Desa Gema Kampar Kiri. Melalui Desa Tanjung Belit sebagai akses pintu masuk utama bisa juga dilakukan.
Kemal mengatakan, penelusuran hutan Bukit Rimbang bisa juga dilakukan disepanjang Sungai Subayang dengan perahu motor. Pemandangan indah sungai yang membelah hutan berbukit hijau menyuguhkan fenomena alam yang asri.
‘’Hutan Bukit Rimbang Bukit Baling dalam keadaan baik. Hanya saja perlu pengawasan mencegah terjadinya ancaman yang bisa saja mengahncurkan keindahan alamnya,’’ ujarnya.
Kemal menceritakan, susunan rumah panggung milik masyarakat di tepian Sungai Subayang tertata rapi, dihiasi rindangnya pohon kelapa membuat suasana terasa sejuk, bukit barisan nan hijau mengelilingi kampung menawarkan pemandangan indah.
Dikatakan, Tim Tiger Patroli bertugas mengidentifikasi populasi harimau menggunakan kamera jebakan yang dilengkapi sensor otomatis, sehingga dapat merekam pergerakan satwa liar di kawasan konservasi harimau sumatra itu, kamera dipasang di atas pohon dalam rentang waktu 30 hari.
Perburuan liar menjadi ancaman bagi populasi harimau. Untungnya sejak tahun 2008 Tim Tiger Patroli selalu berhasil mengamankan jerat harimau disekitar kawasan. ‘’Jerat harimau ini mengancam populasi harimau. Kita harus menghentikannya,’’ ungkapnya.***