BELAJAR DARI KABUT ASAP DAN BANJIR TAHUNAN

Pendidikan Antisipasi Bencana dan Penanggulangan Karhutla

Lingkungan | Minggu, 14 Juli 2013 - 06:19 WIB

Pendidikan Antisipasi Bencana dan Penanggulangan Karhutla
Kabut asap tebal yang berasal dari pembakaran lahan menjadi pemandangan sehari-hari dan penyakit bagi masyarakat Riau beberapa waktu lalu. Ftoo: Defizal/Riau Pos

Bencana kebakaran hutan maupun banjir sering melanda Riau. Untuk itu perlu dilaksanakan pendidikan bencana. Pendidikan bencana di sini diartikan sebagai upaya membuat seseorang atau sekelompok masyarakat sadar akan pentingnya pencegahan bencana.

Laporan, MASHURI KURNIAWAN, Pekanbaru

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pendidikan bencana dari proses belajar mengajar tentang bencana, bagaimana bencana terjadi, apa bahayanya, bagaimana mencegahnya,  secara bertahap dilakukan Pemprov Riau agar bencana alam yang terjadi bisa ditanggulangi dan diminimalisir baik itu banjir, asap, karhutla, dan tanah longsor.

Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau, Kasiarudin, Pendidikan bencana sangat penting dan mempunyai tujuan akhir mengubah sikap dan tindakan ke arah kesadaran untuk melakukan kesiapsiagaan bencana. Pendidikan bencana harus menjadi bagian integral dari pendidikan formal mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT).

Artinya, seluruh masyarakat dilibatkan baik anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa. Bila generasi muda dan masyarakat sudah diberikan pendidikan soal bencana, maka upaya pendidikan bencana di Riau berpeluang besar untuk berhasil meningkatkan pengetahuan tentang bencana di kalangan masyarakat.

‘’Mulai dari siswa hingga mahasiswa merupakan jembatan untuk bisa mengetahui dan sikap baik terhadap kesiapsiagaan bencana. Pengetahuan kesiapsiagaan bencana bisa menumbuhkan dorongan dan pengertian pada anak mengenai pentingnya kesiapsiagaan bencana,’’ ungkapnya.

Pemerintah daerah dalam hal ini terus meningkatkan pengetahuan masyarakat bahwa betapa pentingnya menjaga lingkungan sekitar. Upaya pencegahan dan penanggulangan bencana di Riau secara bersama dilakukan diseluruh daerah. Bagaimana cara mengantisipasinya, menanggulanginya, dan meminimalisirnya.

Upaya yang bisa dilakukan masyarakat di perkotaan atau di desa di Riau, sambungnya,  dengan menggelar berbagai diskusi, pelatihan, ataupun simulasi bagaimana kesiapsiagaan bencana itu harus dilakukan, sehingga masyarakat benar-benar tergambar pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana.

Kader dari masyarakat terlatih dilakukan juga Pemprov Riau bersama pemerintah kabupaten/kota. Sebab, kader merupakan kekuatan yang diperoleh dari masyarakat dan sangat dibutuhkan bagi pengembangan program yang menitikberatkan pada penanggulangan bencana berbasis masyarakat.

Kader yang diambil dari masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana memang harus dilibatkan secara aktif. Dalam upaya penanggulangan bencana karena merekalah pihak yang sangat berkeinginan terbebas dari bencana. Kader inilah yang paling mengetahui situasi dan kondisi daerahnya, baik dalam konteks sosial maupun geografis.

‘’Kita harus menyadari bahwa kerusakan bumi akan mengancam kehidupan umat manusia secara menyeluruh. Bukan hanya di Riau, tapi juga umat manusia di seluruh nusantara ini. Masyarakat Riau juga harus bisa mawas diri dan melihat bagaimana kondisi lingkungan hidup di sekitarnya,’’ pungkasnya.

Humas WWF‘ Riau, Syamsidar berpendapat, penanggulangan bencana bisa dilakukan dengan menjaga lingkungan dan menanam pohon. Kegiatan ini dapat dilaksanakan untuk mencegah bencana alam banjir, kurangnya ketersediaan air bersih, tanah longsor.  Program bermanfaat bagi kepentingan Riau bidang lingkungan adalah termasuk penanaman atau reboisasi kawasan hutan sehingga mengingatkan dan memacu untuk terus melaksanakan komitmen mewujudkan kondisi SDA hutan di Riau tetap terjaga.

Kemudian, tidak membakar lahan untuk kepentingan pribadi.’’Kabut asap dan banjir yang terjaid merupakan salah satu penyebab terjadinya permalahan di Riau. Hentikan pembakaran lahan. Tanam pohon pelindung,’’ ungkapnya.

Syamsidar berharap seluruh dinas atau instansi BUMN, BUMD, mahasiswa, pelajar, pecinta alam, ormas dan umum mengikuti secara bersama melakukan penanaman penghijauan/reboisasi kawasan hutan. Kepedulian berbagai pihak akan pentingnya penanaman dan pemeliharaan pohon dalam mengurangi dampak pemanasan global dan laju deforestasi.

Menurutnya hal itu jelas sangat bermanfaat, setidaknya meningkatkan kualitas ekosistem hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS), meningkatkan kualitas penyediaan sumber daya air untuk kehidupan masyarakat, irigasi pertanian, perikanan, pembangkit listrik tenaga panas bumi serta pariwisata.

Sosialisasi Inpres Nomor 16 Tahun 2011

Sementara itu Humas BKSDA Riau, Zaidir menjelaskan,  bencana kabut asap yang terjadi di Provinsi Riau dikarenakan kurangnya kepedulian masyarakat dalam menjaga lingkungan. Sistim pembakaran lahan yang dilakukan menjadi pemicu terjadi kabut asap setiap tahunnya. Bahkan, ada polemik terkait tanggung jawab mengatasi masalah ini.

“Bila dilihat setiap tahunnya, pastilah kabut asap dan banjir terjadi karena kurangnya kepedulian masyarakat akan lingkungan. Kondisi inilah yang menyebabkan sering terjaidnya bencana alam tersebut,’’ ungkapnya.

BKSDA Riau,  kata dia,  melakukan sosialisasi dari instruksi Presiden No. 16 tahun 2011 tentang memperjelas tanggung jawab terhadap 15 lembaga baik Kementrian Pertanian, Kementrian Kesehatan, BPPT, Kementrian Kehutanan, BLH, Gubernur dan yang lainnya.

“Kita ingin seluruh elemen masyarakat memiliki komitmen khusus dalam menjaga lingkungan sekitar. Janganlah membakar lahan sembarangan,’’ pungkasnya. ***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook