(RIAUPOS.CO) - Badak Sumatra, yang juga dikenal sebagai badak berambut atau badak Asia bercula dua (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan spesies langka dari family rhinocerotidae dan termasuk salah satu dari lima spesies badak yang masih lestari. Badak sumatra merupakan satu-satunya spesies yang tersisa dari genus dicerorhinus.
Kelahiran badak merupakah hal yang dinanti-nanti, apalagi melihat polulasinya yang tidak lagi banyak. Bahkan Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) turut membantu proses perkawinan dan mengawasi kelahiran salah satu badak yang dinamai Rosa.
Dokter Hewan Suaka Rhino Sumatera (SRS) Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Zulfi Arsan dalam agenda hibrid ngabuburit di Hutan, Jumat (8/4/2022) mengatakan, badak Rosa telah melahirkan seekor badak betina pada 24 Maret lalu.
Ia memaparkan, sebelumnya badak Rosa kawin dengan badak Andatu pada Desember 2020 lalu. Proses perkawinan berjala lancar, yaitu selama dua kali perkawainan. “Beberapa hari kemudian kita melihat terjadi ada vesikel atau embrio awal pada tanduk rahim sebelah kiri. Setelah itu baru diindikasi kebuntingan awal,” ungkapnya.
Zulfi mengungkapkan kebuntingan badak Rosa juga diberikan hormon penguat buntingan selama 15 bulan, di mana badak Rosa bunting selama 16 bulan kuran 4 hari. Pihaknya juga memantau pada masa kebuntingan dengan alat ultrasonografi atau USG guna melihat kesehatan kebuntingan badak Rosa.
“Kami mengecek per 1 minggu, dua minggu, atau per 20 hari. Semakin mendekati lahiran, semakin rapat pengecekan. Kami melihat kesehatan kebuntingan dan posisi anaknya. Pemenuhan keperluan nutrisi kita penuhi semaksimal mungkin yang bisa dilakukan,” ujarnya.
Perhatian yang diberikan kepada badak Rosa bukanlah tanpa alasan, kebuntingan tersebut merupakan ke-9 setelah delapan kali gagal. Zulfi mengungkapkan, badak Rosa pertama kali bunting pada 2017 lalu.
Selain itu, kegagalan bunting yang dialami oleh badak Rosa juga disebabkan adanya tumor jinak di dalam rahim. Belum lagi perilaku badak Rosa yang takut terhadap badak lainnya. “Awalnya lama tak kawin karena masalah perilaku takut ke badak lain, sehingga timbul tumor yang menyebabkan kegagalan bunting di bawah 30 hari, ini berlangsung 8 kali sampai 2020,” paparnya.
Zulfi mengatakan, pihaknya merencanakan untuk mengangkat tumor badak Rosa, karena terindikasi menganggu implantasi vesikel calon bayi untuk menempel ke rahim induknya. Kemudian, karena terjadi pandemi, rencana tersebut tidak jadi dilaksnakan.
Kendati demikian, Zulfi menuturkan pihaknya tetap berusaha mengawinkan badak Rosa dengan badak jantan. Perawatan dilakukan terkait kesehatan, dengan memberikan vitamin, dan lain-lain. “Kami tetap berusaha, dan pada 24 Maret lahir satu anak badak betina yang sehat,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG) Indra Eksploitasia menambahkan, pada masa kebuntingan bayi badak Rosa mengalami sungsang atau posisi kepala duluan. “Kenapa kita bantu dengan mencoba melakukan intervensi, dokter hewan kita membantu agar posisinya normal saat keluar. Di mana dokter hewan yang tadinya hanya berjaga-jaga ternyata ada kelainan jadi harus dibantu,” tukasnya.
Menurut Indra, badak adalah satwa yang unik, secara biologis, badak Sumatra memiliki siklus kawin (masa subur/estrus) badak betina hanya setiap satu setengah tahun dan masing-masing hanya terjadi selama empat hari. “Badak itu soliter juga, jadi harus diintervensi manusia. Di alam juga sulit untuk berjumpa, ketemu pun tidak pada saat estrus atau birahi,” pungkasnya.(gus)
Laporan MUJAWAROH ANNAFI, Pekanbaru