MEMBISNISKAN LAHAN TANPA MERUSAK

Membangkitkan Semangat Bisnis Petani

Lingkungan | Minggu, 05 Januari 2014 - 07:36 WIB

Membangkitkan Semangat Bisnis Petani
Bawang merah siap panen di komplek pilot project bawang merah Desa Sungai Geringging, Senin (9/12/2013). Foto: Molly Wahyuni/Riau Pos

Memanfaatkan lahan untuk pertanian hortikultura lebih menguntungkan bagi lingkungan hidup. Dibandingkan dengan melakukan pembangunan sebuah bangunan permanen. Pengurangan emisi karbon juga  bisa terpenuhi. Pemanasan global dapat diminimalisir. Keuntungan lainnya,  bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, peningkatan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan baru.

 

Laporan, MASHURI KURNIAWAN, Pekanbaru

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Pengelolaan lahan pertanian yang berwawasan lingkungan ini dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan. Misalnya ingin menanam cabai merah, bawang, sayuran, jagung, dan berkebun karet maupun sawit haruslah haruslah disesuaikan dengan areal usaha yang cocok. Karena itu merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan.

Pemanfaatan lahan untuk pertanian maupun  perkebunan tentunya harus memilih komoditas yang menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis. Dengan begitu dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.

Kegiatan mitigasi yang dilakukan dalam kegiatan pertanian agar tidak merusak lingkungan hidup yakni  pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) dan pengembangan areal pada lahan non kawasan hutan, semak belukar dan lahan kritis. Kemudian,  penggunaan pupuk secara berimbang dan pengembangan pembuatan kompos atau pupuk organik.

Termasuk  rehabilitasi kebun dan penyesuaian tanaman pelindung bagi komoditi yang membutuhkan penerapan teknik budidaya yang baik (good agricultural practices/GAP) serta penggunaan limbah biomasa (cair) untuk energi baru terbarukan.

Kepala Dinas Pertanaman dan Hortikultura Riau, Basriman MP, menjelaskan, lahan di Riau sangat subur dan cocok untuk pertanian hortikultura. Dengan mengetahui manfaat serta sifat-sifatnya yang khas, dalam pengembangan hortikultura agar dapat berhasil dengan baik maka diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam terhadap permasalahan hortikultura tersebut.

Yang mana hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki masa depan sangat cerah menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya dalam pemulihan perekonomian Indonesia waktu mendatang. Oleh karenanya petani Riau  harus berani untuk memulai mengembangkannya pada saat ini.

‘’Masyarakat harus bisa melihat bahwa  komoditas hortikultura memiliki potensi untuk menjadi salah satu pertumbuhan baru di sektor pertanian. Oleh karena itu dimasa mendatang perlu ditingkatkan lagi penanganannya terutama dalam menyongsong pasar bebas abad 21,’’ ungkap Basriman kepada Riau Pos, akhir pekan lalu.  

Basriman berharap, masyarakat tidak mengalihkan fungsi lahan pertanian dengan fungsi lain. Apalagi dipergunakan untuk pembangunan kawasan perumahan dan bangunan permanen lainnya. Bila itu tidak dilakukan bisa dipastikan pertanian di Riau akan mengalami peningkatan.

‘’Kita ingin petani  memiliki komitmen untuk tetap melestarikan keberadaan lahan pertanian. Supaya ke depan daerah ini bisa kembali menjadi  sentra pertanian seperti masa-masa dahulu,’’ jelasnya.

Ini bisa dicapai menurut Basriman, dengan tidak mengalih fungsikan lahan pertanian. Artinya, sama dengan mendukung pemerintah dibidang pertanian secara nasional. Program ini merupakan sinergitas antara kabupaten kota dengan provinsi di bidang pertanian. Jika program pertanian dapat berjalan dengan baik maka akan memberikan dampak bagi sektor kesejahteraan masyarakat Riau kedepannya.

Bercerita tentang pertanian hortikultura, perlu kiranya masyarakat berkaca tentang keberhasilan petani cabai di Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar. Ditempat ini lahan banyak dipergunakan untuk pertanian cabai. Bahkan masyarakatnya bisa memperoleh penghasilan Rp1,2 miliar sekarang ini.

Bukan itu saja, di Kabupaten Kampar juga saat ini secara bertahap menuju sentra bawang merah.  Bahkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Kampar tahun 2014 ini memprogramkan setiap kecamatan ada sekitar 50 hektare dimanfaatkan untuk pertanian bawang merah. Kampar menargetkan 1050 hektar dimanfaatkan untuk pertanian bawang merah.

Ketua Umum Dewan Bawang Merah Nasional (DBMN), Sunarto AT menjelaskan, Indonesia memiliki tanah yang subur. Struktur tanah yang subur ini harus diperlakukan dengan baik. Salah satunya memanfaatkan lahan untuk pertanian bawang merah.

Seperti halnya negara-negara lain yang mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara lain Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok, Belanda dengan bunga tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari gurun pasirnya kini telah mengekspor apel, jeruk, anggur dan sebagainya.

Terjadinya peningkatan tersebut dapat dikatakan,  bahwa petani hortikultura merupakan petani yang responsif terhadap inovasi. Dalam pengembangannya tentulah mempergunakan teknologi berupa  penerapan teknologi budidaya, penggunaan sarana produksi dan pemakaian benih/bibit yang bermutu.

Sama halnya dengan pertanian bawang merah, dijelaskannya, Kampar dinilai memiliki lahan yang subur untuk menanam bawang merah dan cabai.  Namun dalam hal ini dirinya hanya berbicara mengenai bawang merah saja.

“Siapa bilang petani tidak bisa terbantu perekonomiannya dengan bawang merah?.  Justru dengan memanfaatkan lahan pertanian untuk menanam bawang merah, memberikan peningkatan ekonomi suatu daerah maupun para petani. Hanya saja semua itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh,’’ ujarnya.

Bayangkan saja, kata dia,  satu hektare lahan bisa menghasilkan bawang 12 ton.  Bila dikalkulasikan dari 12 ton bawang tersebut bisa menghasilkan  Rp 120 juta.  Sedangkan untuk cos budidaya bawang merah sampai dengan panen Rp75 juta saja. Waktu yang diperlukan untuk penanaman bawang merah siklusnya tidak lama menunggu, hanya berkisar 65 hari hingga 70 hari saja.

Dari segi penyediaan tenaga kerja, setiap satu hektar lahan bisa mempekerjakan lebih kurang 550 orang.  Bila lahan bawang merah di Kabupaten Kampar setiap kecamatan ada 50 hektare artinya tenaga kerja yang diserap ada sekitar 27.500 orang.

‘’Kalau kita kerja berdasarkan pengalaman yang ada. Lebih baik memanfaatkan lahan untuk pertanian daripada membangun bangunan semi permanen. Lingkungan hidup sekitar bisa terjaga. Dan kita membantu pendapatan ekonomi keluarga, serta pemerintah,’’ jelasnya.

Bukan hanya di Kabupaten Kampar saja bisa dilihat keberhasilan petani hortikultura. Di Desa Gabung Makmur, Kecamatan Kerinci Kanan, Kabupaten Siak. Di desa ini masyarakatnya memanfaatkan lahan untuk pertanian sayuran khususnya cabai. Budidaya cabai ini dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh para petani. Hasilnya lumayan per bulan para petani bisa menghasilkan Rp6 juta.

Salah seorang petani cabai, Yanto mengatakan, dirinya lebih memilih menjadi petani cabai daripada buruh. Dengan memanfaatkan lahan yang dimilikinya Yanto melakukan budidaya cabai. Karena waktu penanaman hingga panen hanya beberapa bulan saja. Hanya empat hingga lima bulan saja. Dilahannya dia menanam cabai saja.

‘’Daripada bekerja sama orang lain atau buruh, lebih baik saya bercocok tanam. Mungkin karena ini keahlian saya dan rezeki saya mas,’’ ujar Yanto saat dihubungi Riau Pos melalui selulernya.

Yanto yang juga peduli terhadap lingkungan ini berharap, masyarakat bisa memanfaatkan lahan bukan untuk kepentingan pembangunan bangunan permanen seperti ruko dan gedung. Sebaiknya, kata dia, manfaatkan juga lahan yang ada untuk kepentingan pertanian. Dengan begitu, Lingkungan akan terjaga dengan baik.

‘’Pertanian yang bebabasis lingkungan sangat membantu untuk peningkatan ekonomi dan lingkungan sekitar,’’ pungkasnya.

Pengamat Lingkungan Riau, Rossyadi mengatakan, memanfaatkan lahan untuk pertanian hortikultura dan perkebunan. Yang perlu diingat dalam kegiatan pertanian ialah mitigasi yang merupakan salah satu bagian mendukung REDD+ (Reduksi Emisi dari Deforestri dan Degradasi hutan dan lahan gambut plus) serta Rencana Aksi daerah (RAD) penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

 Selain itu perlu diingat kegiatan adaptasi berupa upaya menciptakan manfaat tambahan bersamaan,  dengan peningkatan manfaat karbon melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Termasuk mengingat betapa pentingnya kelestarian keanekaragaman hayati serta produksi jasa ekosistem lain.

Dalam kegiatan pertanian, jelasnya perlu didukung penerapan teknologi budidaya Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan penanggulangan anomali (penyimpangan) iklim dengan pendekatan kelestarian lingkungan hidup baik biotik (komponen mahkluk hidup)  maupun abiotik (air, udara, tanah dan iklim).

Misalnya, pembangunan embung-embung/tangkapan air dan mengembangkan teknologi konservasi lahan dan budidaya lorong, peningkatan produktivitas lahan melalui pemanfaatan Biochar (menginclave atau melindungi area bernilai konservasi tinggi pada usaha perkebunan). Rosyadi menyebutkan,  produktif di bidang pertanian bisa menghasilkan keuntungan yang besar bagi pelaku usahanya. Bahkan jika pemerintah dengan serius mengelola sumber daya alam untuk pemanfaatan lahan pertanian, tidak hanya kelapa sawit saja bisa menghasilkan pendapatan negara. Komuditas pertanian seperti beras dan sayuran bisa menjadi lumbung di Riau.

Pengamat Pertanian Indonesia, Andrian Kamil SH LLM  menyebutkan ,  buah-buahan yang dihasilkan oleh para petani Indonesia tidak kalah bersaing dengan buah-buahan yang di impor dari China.  Walaupun hasil pertanian Indonesia mendapat akses pasar yang sama, akan tetapi pengelolaan terhadap pemanfaatan lahan pertanian sampai tahap akhir pemasaran hasil produksi belumlah maksimal saat ini.

Kebanyakan masyarakat Indonesia lebih memilih untuk membeli produk impor di banding produksi sendiri. Hal ini lebih dititikberatkan kepada kebijakan pemerintah yang kurang cermat dan dinilai terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk ikut menandatangani perjanjian internasional tersebut yang akhirnya memiliki dampak yang luas bagi sektor perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Pemerintah dalam hal ini harus segera mengambil langkah cepat untuk menanggulangi berbagai macam ancaman yang dapat membahayakan kehidupan petani dan hasil produksi pertanian Indonesia ke depan. Paling tidak, langkah yang harus diperbaiki dengan cara lebih memaksimalkan himbauan kepada masyarakat Indonesia akan pentingnya mengkonsumsi produk pertanian dalam negeri.

Selanjutnya memberikan para petani akses politik yang seluas-luasnya kepada Pemerintah dan wakilnya di DPR seperti halnya di negara-negara maju, agar dapat memberikan informasi yang lebih akurat dan turut serta dalam menentukan arah kebijakan ekonomi pertanian. Petani adalah pekerjaan yang mulia, dan tidak lagi harus dipandang sebelah mata sebagai suatu mata pencaharian.

‘’Karena petani adalah salah satu bentuk pengabdian terhadap negara. Melalui jasa-jasa para petani lah sampai dengan hari ini kita masih bias menikmati berbagai macam hasil yang dihasilkan oleh para petani, seperti beras, sayuran, buah-buahan dan berbagai macam hasil produksi pertanian yang lainnya,’’ ungkap dia. ****









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook