Sementara jenis sampah yang menghasilkan jenis filament adalah tas kresek, plastik pembungkus dan bungkus makanan serta sampah sachet. Sedangkan granula bisa berasal dari perawatan wajah yang menggunakan butiran-butiran seperti scrub pemutih wajah atau yang dikenal dengan microbeads. Jenis ini banyak digunakan saat kita mandi dan terlarut dalam air menuju ke sungai Siak.
Tim penelitian ini menyimpulkan salah satu penyumbang pencemaran ini, selain berasal dari hulu Sungai Siak di luar wilayah Kota Pekanbaru, minimnya fasilitas pembuangan sampah yang disediakan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru mendorong masyarakat membuang sampahnya di Sungai Siak.
Selain menimbulkan buruknya pemandangan kota, penumpukan sampah plastik bisa menjadi sumber pencemaran mikroplastik Tim ini menjelaskan bagaimana mikroplastik merupakan sebuah ancam kesehatan manusia. Serpihan plastik berukuran kurang dari 5 mm ini berasal dari hasil fragmentasi atau terpecahnya plastik-plastik ukuran besar seperti tas kresek, sedotan, sachet, popok dan bungkus plastik atau peralatan terbuat dari plastik yang menjadi sampah dan terbuang di media air atau media lingkungan lainnya.
Proses pecahnya plastik ukuran besar menjadi ukuran kecil, kata Prigi, disebabkan oleh radiasi sinar matahari, pengaruh fisik gerakan atau arus air. Mikroplastik masuk kategori senyawa pengganggu hormone karena dalam proses pembuatan plastik ada banyak bahan kimia sintetis tambahan dan sifat mikroplastik yang hidrofob atau mudah mengikat polutan dalam air.
Mikroplastik yang masuk dalam air akan mengikat polutan di air seperti logam berat, pestisida, deterjen dan bakteri patogen. Jika mikroplastik tertelan manusia melalui ikan, kerang dan air maka bahan polutan beracun akan berpindah ke tubuh manusia dan menyebabkan gangguan hormon.
Perilaku Masyarakat Harus Berubah
Komunitas Pondok Belantara Riau dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara juga melakukan kegiatan brand audit di sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kota Pekanbaru. Tujuan brand audit ini untuk mengetahui jenis dan nama produsen yang sampahnya banyak ditemukan di sungai.
Dalam pernyataan bersama Komunitas Pondok Belantara Riau dan Tim ESN pada Selasa (12/7) lalu, Koordinator Pondok Belantara Riau, Eko, menyebutkan, ada regulasi yang mengatur sungai harus bebas sampah.
Menurutnya ada tanggung jawab produsen untuk ikut mengolah sampah jika sampah yang dihasilkan tidak bisa diolah secara alami.
‘’Perilaku masyarakat harus berubah untuk tidak membuang sampah ke sungai lagi. Pemerintah juga harus menyediakan tempat sampah yang mencukupi agar sampah warga terkelola dengan baik. Peran lainnya adalah dari produsen yang selama ini memproduksi bungkus kecil atau sachet yang tidak bisa didaur ulang,’’ sebut Eko.
Sementara itu Ketua Tim ESN, Prigi Arisandi, menjelaskan, bahaya sachet atau bungkus plastik bagi lingkungan. Disebutkannya, berdasarkan penelitian Ecoton pada 2018 lalu menemukan, dalam lambung manusia terdapat mikroplastik yang berasal dari pecahan sachet. Jika lama terpapar matahari sachet di sungai akan terpecah menjadi mikroplastik.
‘’Kami menemukan mikroplastik di sungai Siak, Sail dan Sago sekitar 150 hingga 280 partikel dalam 100 liter air. Semakin banyak sampah plastik yang terbuang ke sungai semakin besar potensi pencemaran mikroplastik di sungai Siak,’’ ungkap Prigi.
Dari kegiatan brand audit di Sungai Siak pada Senin (11/7), tim kolaborasi tersebut menemukan 10 brand produsen yang sampah sachet dan sampah plastik. Adapun bungkus plastik paling banyak ditemukan berdasarkan urutan hampir semua mereka papan atas dan beberapa berasal dari perusahaan multinasional.
"Industri yang memproduksi sampah plastik yang sulit diolah secara alami harus ikut bertanggung jawab. Dalam undang-undang pengelolaan sampah Nomor 18 Tahun 2008 menyebutkan, kewajiban EPR atau extended produsen responsibility atau tanggung jawab produsen ikut mengolah sampah yang mereka hasilkan dan tidak bisa diproses. Karena pada akhirnya sampah-sampah tersebut mencemari sungai-sungai di Indonesia," imbuh Prigi. (gus)
Laporan Hendrawan Kariman, Pekanbaru