Dampak emisi karbondioksida saat ini mengganggu kelangsungan hidup manusia. Berbagai cara dilakukan untuk meminimalisir dampak lingkungan berupa pemanasan global dari emisi karbon tersebut. Berhenti makan daging dan merubah pola makan hijau ternyata sangat besar manfaatnya mengerem terjadinya perubahan iklim.
Laporan, MASHURI KURNIAWAN, Pekanbaru
Seperti yang dilakukan laskar vegetarian dari Yayasan Pelita Indonesia. (Permatahdis). Sekumpulan anak muda ini berhenti mengkonsumsi daging dan beralih ke sayuran. Seluruh makanan yang dikonsumsi baik itu kue, lauk pauk,sate, dan minuman, semuanya terbuat dari sayuran dan buah.
Dengan menjalankan pola makan vegetarian atau pola makan tanpa produk hewani yang penuh dengan nutrisi, bagi mereka sama saja dengan menerapkan ramah lingkungan. Dengan menghindari daging manusia juga bisa merasakan manfaat kesehatan dan awet muda.
Ketua Permatadhis, Andi mengatakan, untuk mencegah terjadinya perubahan iklim banyak sudah cara yang dilakukan. Vegetarian merupakan salah satu caranya. Memang, jelasnya, terlihat sederhana dengan mengkonsumsi makanan vegetarian, tapi manfaatnya jauh lebih besar mencegah terjadinya emisi karbondioksida.
"Makan sayuran jauh lebih ramah iklim daripada makan daging. Maka itulah kami sebagai generasi muda ingin mengajak seluruh masyarakat untuk ramah lingkungan, dengan mengkonsumsi makanan vegetarian. Berhenti makan daging," ujarnya kepada Riau Pos.
Menurut dia, tidak mengkonsumsi daging, dan naik sepeda setaip beraktifitas, serta menjadi manusia yang hemat bisa membantu mengerem terjadinya pemanasan global di dunia ini.
Untuk awalnya memang sangat sulit mengalihkan pola makan vegetarian ini. Karena menurut dia, kebiasaan mengkonsumsi daging sudah lama dilakukan. Hanya saja, untuk beralih perlu waktu dan berhasil dilakukannya bersama dengan annggota lainnya.
Andi berpendapat mengkonsumsi makanan vegetarian jauh lebih besar pengurangan emisi karbonnya, dibandingkan dengan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil. Saat ini, jelasnya, jumlah pecinta vegetarian di Kota Pekanbaru sudah mulai banyak.
Dia berharap kegiatan serupa bisa dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sama seperti yang dilakukan masyarakat dunia, bersama mencegah perubahan iklim dengan cara mengkonsumsi vegetarian. Sebuah kegiatan yang memang harus dilakukan bersama.
Dari hasil penelitian, sambungnya, penyumbang emisi karbon terbesar dari peternakan hampir 20 persen jumlahnya. Jumlah itu melampaui jumlah emisi gabungan dari semua kendaraan di dunia. Ini berarti, sektor peternakan adalah satu dari dua atau tiga penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang paling serius dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global.
"Kami hanya ingin berbuat sesuatu untuk kepentingan dunia ini. Pemanasan global memang harus dihentikan. Konsumsi makanan vegetarian memang harus dilaksanakan oleh semua masyarakat. Biar kita bisa mengerem secara bersama perubahan iklim," ungkapnya.
Pengamat Lingkungan As Mr Michael Brody, menjelaskan, pola makan juga menjadi salah satu penyumbang besar terjadinya perubahan lingkungan. Hanya saja, kata dia, masyarakat dunia belum secara keseluruhan sadar dengan hal tersebut.
Mengkonsumsi makanan berlebihan, apalagi daging,bisa berakibat buruk pada kesehatan dan kehidupan manusia kedepannya. Salah satu cara yang harus dilakukan manusia adalah mengkonsumsi makanan yang terbuat dari sayuran buahan.
Michael berpendapat, masyarakat hendaknya beralih pada pola makan hijau dan sehat. Dengan begitu penyebab utama pengrusakan lingkungan dan emisi gas rumah kaca bisa di rem.
"Manusia hendaknya bisa melakukan tindakan sesegera mungkin untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Berhenti makan daging dan beralih ke gaya hidup yang lebih hijau. Saya rasa kegiatan itu memang untul awalnya sulit dilaksanakan. Tapi bisa dilaksanakan dengan baik kalau sudah terbiasa," ungkapnya.
Menurut dia, penelitian mengenai hubungan antara pola makan nabati dengan lingkungan yang berkelanjutan membuka lembaran baru bagi para ilmuwan untuk mendorong pola makan ini ke dalam kehidupan sehari-sehari. Termasuk mengajak masyarakat untuk bisa bersama mengehentikan pola makan tidak sehat.
Hasil penelitian pakar lingkungan dunia, dinitrogen oksida banyak terdapaty dalam kotoran ternak. Artinya, bila ada masyarakat yang memelihara sapi, babi, dan jenis hewan ternak lainnya menambah emisi gas dinitrogen oksida.
Menurut dia lagi, dinitrogen oksida mempunyai efek pemanasan 300 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida, dan gas metana sekitar 50 atau 60 kali lebih berpotensi. Jadi itu jelas perbedaan yang sangat besar.Kedua gas tersebut sangat berpengaruh terhadap pemanasan global dan berhubungan erat dengan sektor pertanian maupun industri peternakan.
"Pola tanam memang harus dilakukan dengan baik. Untuk mendapatkan hasil yang baik pula. namun harus juga memperpatikan lingkungan," ujarnya.
Pemansan global merupakan masalah yang besar. "Dari pertemuan pakar lingkungan dunia, dengan mengurangi konsumsi daging atau mengurangi makanan yang menghasilkan emisi gas rumah kaca yang sangat besar sangatlah disarankan. Sangat penting untuk meningkatkan kesadaran konsumen akan hal ini," jelasnya.
Masih dari hasil penelitian, 18 persen emisi gas rumah kaca berasal dari industri peternakan. Kondisi ini melebihi dari emisi yang dihasilkan oleh gabungan seluruh kendaraan di dunia, dan sebagian besar dari 18 persen tersebut. Yang mana berasal dari gas dinitrogen oksida serta metana.***