TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) - (Kuansing), Rabu (30/8) resmi menetapkan tiga orang tersangka proyek pembangunan lintasan atletik di Kompleks Sport Center Kuansing. Dua di antaranya langsung ditahan.
Penetapan dan penahanan ini dilakukan setelah melakukan tahapan proses hukum, baik penyelidikan maupun penyidikan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing Nurhadi Puspandoyo mengatakan, perkara dugaan tindak korupsi pembangunan lintasan atletik Stadion Utama Sport Center oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kuansing tahun 2020 ini dikerjakan PT Ramawijaya dengan nilai kontrak Rp8.579.579.000.
Dalam perjalanannya ditemukan berbagai permasalahan, sehingga pihak kejaksaan melakukan penelusuran, pengumpulan data dan keterangan hingga penyelidikan dengan memanggil beberapa pihak yang terkait dengan proyek tersebut. Hingga akhirnya kasus itu naik ke penyidikan.
Baru pada 30 Agustus 2023 sekira pukul 09.30 WIB dilakukan pemeriksaan saksi terhadap M (selaku Direktur Utama PT Ramawijaya) dan juga terhadap YZ (selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Dari hasil pemeriksaan, lanjut Kajari Nurhadi, tim penyidik Kejari Kuansing melakukan ekspose dan berkesimpulan adanya tindak pidana korupsi dengan terdapat selisih yang mengakibatkan kerugian keuangan negara pada pembangunan proyek menjelaskan, kedua tersangka M dan YZ telah dilakukan pemeriksaan oleh tim dokter RSUD, dan dinyatakan bebas Covid-19. Oleh karenanya keduanya ditahan di Lapas Kelas II Telukkuantan. Sedangkan IC tidak ditahan karena memang sedang menjalani hukuman kasus korupsi lain di Pekanbaru.
“Kedua tersangka saat ini disangkakan melanggar pasal 2 Ayat (1) dan atau pasal 3 Jo pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman untuk Pasal 2 ayat (1) paling singkat pidana penjara selama 4 tahun, paling lama 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.
Ancaman hukuman untuk Pasal 3 pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00,’’ juta pungkas Nurhadi.
Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kuansing Masrul Hakim dihubungi terpisah tak menampik dalam kasus itu terdapat salah seorang ASN dari lingkungan Pemkab Kuansing, yakni YZ. Dalam perkara hukum yang melibatkan seorang ASN atau PNS, status kepegawaiannya tidak langsung tanggal. Melainkan setelah ada keputusan tetap pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Kalau status YZ saat ini tetap masih ASN. Karena praduga tak bersalah dan belum ada putusan tetap pengadilan. Jika terbukti bersalah, nanti baru status ASN-nya tanggal. Dan itu bukan wewenang kita juga,” kata Masrul Hakim.(gem)
Laporan DESRIANDI CANDRA, Telukkuantan