TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) - Kasus tunjangan rumah dinas DPRD Kuansing 2019 terus bergulir. Bahkan, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing secara intensif memintai keterangan anggota DPRD Kuansing periode 2014-2019.
Dari penyelidikan yang dilakukan, pihak Kejari Kuansing menemukan dua alat bukti terkait kasus tunjangan rumah dinas DPRD Kuansing.
"Dari penyelidikan yang dilakukan, ditemukan dua alat bukti. Jadi minggu depan kasus ini sudah bisa naik ke tingkat penyidikan," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuansing Hadiman SH MH, Rabu (29/9/2021) di Teluk Kuantan.
Ketika ditanya siapa dan berapa orang yang akan menjadi tersangka dalam kasus ini, Hadiman menyebut jika itu akan diumumkan setelah kasus ini naik ke penyidikan.
’’Nanti saja usai naik ke penyidikan,’’ jawab Hadiman.
Untuk memperkuat bukti, Hadiman menyebut tetap akan memeriksa delapan anggota DPRD Kuansing yang sempat mangkir dari panggilan jaksa. Surat panggilan sudah dilayangkan pada Selasa kemarin kepada delapan anggota dewan itu.
’Mereka yang tidak datang, berlasan mereka ada rapat dengan pihak pemkab. Satu yang hadir dari sembilan yang dipanggil. Selasa (28/9/2021) kemarin langsung di layangkan kembali surat pemanggilan ulang kepada delapan anggota DPRD yang tidak hadir itu. Keterangan mereka sebagai penguat bukti yang sudah ada," jelasnya.
Untuk diketahui, dalam penyelidikan kasus ini, pihak Kejari Kuansing sudah memeriksa puluhan saksi baik itu dari anggota dewan yang aktif dan mantan dewan. Selain dewan, jaksa juga telah memeriksa Sekwan DPRD Kuansing dan mantan Sekwan serta sejumlah ASN di Sekretariat DPRD Kuansing juga turut diperiksa.
Hadiman mengatakan jika kasus dugaan korupsi tunjangan rumah dinas ini juga sangat menjadi atensi masyarakat Kuansing. Karena diduga banyak merugikan uang daerah. Untuk itu pihaknya serius menggarap kasus yang menjadi salah satu kasus yang masuk poin pertama yang harus diselesaikan.
Diketahui, Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kuansing dalam Perbup No.36 Tahun 2013 diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Kuansing saat itu, menerima tunjangan perumahan setiap bulannya sebesar Rp18 juta atau Rp216 juta per tahun.
Sedangkan di dalam Perbup pada Pasal 4 ayat 3 disebutkan bahwa unsur pimpinan diberikan tunjangan apabila pimpinan DPRD dan anggota DPRD belum disediakan perumahan dan fasilitas kelengkapan lainnya. Tetapi realita di lapangan, pimpinan DPRD Kuansing tersebut sudah dibangunkan rumah dinas dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Akibat diterimanya tunjangan perumahan oleh pimpinan wakil rakyat tersebut, ada dugaan potensi kerugian keuangan daerah (korupsi-red).
Sementara setelah ditelusuri oleh pihak kejaksaan hingga saat ini, tidak ada ditemukan sewa rumah atau kontrak rumah di Kuansing yang bernilai Rp216 juta per tahun. Di sini ada kecurigaan pihak penegak hukum adanya indikasi mark up uang negara.
Laporan: Desriandi Candra (Telukkuantan)
Editor: Erwan Sani