Perkebunan-Tambang Pakai Solar Non-Subsidi

Kriminal | Jumat, 31 Agustus 2012 - 08:05 WIB

JAKARTA (RP) - Pengusaha pertambangan dan perkebunan harus merogoh kocek lebih dalam mulai 1 September nanti.

Pasalnya, sesuai Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2012 solar bersubsidi ‘diharamkan’ bagi kendaraan pertambangan dan perkebunan skala besar.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

“Kami akan memperkeras sosialisasi agar pelaksanaan pelarangan penggunaan BBM bersubsidi di perusahaan tambang dan perkebunan dapat berjalan efektif 1 September nanti, karena saya mendapat laporan ada beberapa perusahaan yang enggan,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik di kantornya Kamis (30/8). Pihaknya mengaku sudah melakukan sosialisasi di 13 kota.

Penegasan itu sesuai Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak, di mana pada pasal 6 disebutkan kendaraan untuk kegiatan perkebunan dan pertambangan dilarang menggunakan minyak solar (gas oil) bersubsidi terhitung sejak tanggal 1 September 2012. “Mereka harus mengerti ini untuk penghematan anggaran negara,” tegasnya.

Kepada perusahaan yang membandel, Jero mengancam akan memberikan sangsi berupa pencabutan zin usaha pertambangan (IUP), sementara jika pelanggaran itu dilakukan oleh karyawan maka perusahaan harus menindak tegas karyawan tersebut.

“Harus serius, kalau memang pelanggarannya disengaja, truk-nya ketahuan (pakai solar bersubsidi), akan kami cabut izinnya,” kata dia.

Dia mengaku sudah bekerja sama dengan instansi perkebunan dan pertambangan untuk mengawasi pelaksanaan penghematan BBM bersubsidi pada kendaraan pertambangan dan perkebunan pada 1 September 2012 nanti.

“Perusahaan juga wajib menyediakan tempat penyimpanan BBM dengan kapasitas yang sesuai keperluan, atau bisa buat tanki penyimpanan bersama-sama,” ungkapnya.

Sementara untuk perkebun perorangan yang melakukan usaha perkebunan dengan skala kurang dari 25 hektar, pertambangan rakyat atau pengangkutan dan penjualan pertambangan batuan skala kecil masih dapat menggunakan solar bersubsidi sampai dengan waktu yang akan ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah.

 “Itu akan diatur nanti. Yang sekarang khusus yang besar saja,” tuturnya.

Ia memperkirakan konsumsi BBM bersubsidi pada tahun ini bisa mencapai 46 juta kiloliter, over kuota enam juta kiloliter jika pemerintah tidak melakukan berbagai upaya penghematan BBM.

Dengan melakukan berbagai langkah penghematan diperkirakan dapat menghemat hingga tiga juta kiloliter. “Memang masih lewat kuota karena tambahan kendaraan baru luar biasa,” sebutnya.

Sedangkan secara nilai, jika tidak dilakukan penghematan subsidi BBM maka nilai subsidi energi dapat tembus di atas Rp400 triliun. Padahal pemerintah masih memerlukan dana yang sangat besar untuk membenahi infrastruktur.

 “Kalau itu yang terjadi maka kesempatan bangun infrastruktur menjadi berkurang, sayang kalau uang segitu hanya untuk subsidi,” lanjutnya.

Dengan adanya aturan tersebut maka perusahaan harus merogoh kocek lebih dalam, jika biasanya mereka membeli solar subsidi seharga Rp4.500 per liter, nanti harus membeli yang non sbsidi seharga Rp9.150 per liter. Sosialisasi untuk pelaksanaan aturan itu juga dilakukan oleh Kepolisian, Pemerintah Daerah, dan Dirjen Perkebunan serta Pertamina.(wir/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook