Riaupos.co - Kebijakan Bank Indonesia (BI) menerbitkan term deposit valuta asing atau valas untuk menstabilkan nilai rupiah yang anjlok hingga Rp 9.600 per dolar AS.
Namun, pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Ichasuddin Noorsy, menilai kebijakan ini tidak akan berpengaruh banyak. Saat Burhanudin Abdullah menjabat Gubernur BI, lanjut Noorsy, sempat juga mengeluarkan kebijakan ini dengan mengucurkan triliunan rupiah untuk membeli dolar.
"Dan terbukti tidak berdampak apa-apa," kata Noorsy kepada RMOL (JPNN) beberapa saat lalu (Kamis, 31/5).
Noorsy menilai nilai tukar rupiah ini anjlok akibat fundamental ekonomi Indonesia sangat rapuh. Ekonomi Indonesia sangat tergantung pada kondisi ekonomi di negara luar, terutama Eropa dan Amerika Serikat. Karena itu, solusi untuk menguatkan rupiah adalah dengan kembali menerapkan ekonomi yang berdasarkan konstitusi.
"Ekonomi kita sekarang ini sangat terbuka. Ibaratnya, nilai tukar rupiah kita terlalu bugil sehingga tidak memiliki kehormatan. Dan perlu dicatat, ekonomi bugil (pasar bebas) ini sudah dikritik oleh para pemenang nobel dan profesor ekonomi dari Harvard seperi Robert Heibronner, Josept Stiglitz, Paul Ormerod," demikian Noorsy. (ysa/rmol/jpnn)