JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Gertakan Kejaksaan Agung terhadap Asian Agri Group (AAG) rupanya manjur. Perusahaan multinasional itu bersedia membayar denda senilai Rp2,5 triliun dalam kasus penggelapan pajak.
Hanya saja, pembayarannya dicicil selama 10 bulan. Kepatuhan itu pun langsung direspon Kejaksaan Agung dengan membuka blokir aset AAG senilai Rp5,53 triliun.
Pembayaran denda tahap pertama itu dilakukan Selasa (28/1) lalu, dengan nilai Rp719.955.391.304 dengan cara transfer ke rekening Kejaksaan di Bank Mandiri. ‘’Rabu (29/1) uang itu langsung kami transfer ke kas negara,’’ ujar Jaksa Agung Basrief Arief saat konferensi pers di kantornya, Kamis (30/1).
Sisanya, Rp1,8 triliun akan dicicil mulai bulan Februari hingga Oktober mendatang masing-masing Rp200 miliar.
Untuk mencicil utang denda tersebut, pihak Asian Agri menyerahkan 126 bilyet giro Bank Mandiri yang bisa dicairkan tiap bulan. Basrief menuturkan, dia telah menghubungi Direktur Bank Mandiri agar memberi atensi terhadap proses pembayaran denda AAG.
Basrief menuturkan, kesepakatan menyicil itu memang tidak diatur dalam KUHAP. Pihaknya menyetujui skema pembayaran tersebut atas dasar asas kemanfaatan.
‘’Karena nominalnya besar, bisa repot kalau harus dilunasi langsung. Perusahaan harus tetap berjalan,’’ lanjutnya. AAG sendiri memiliki sekitar 25 ribu karyawan dan 29 ribu petani plasma.
Pembayaran denda tersebut membawa sejumlah konsekuensi. Salah satunya kewajiban kejaksaan untuk membuka blokir aset AAG senilai Rp5,3 triliun.
Aset itu tadinya hendak disita jika AAG belum membayar denda hingga 1 Februari. Sebagai langkah awal, aset-aset tersebut diblokir sehingga pihak direksi kesulitan melakukan transaksi.
Awalnya, Basrief hanya mengatakan bakal mempertimbangkan untuk membuka blokir aset tersebut. Namun, setelah didesak sejumlah wartawan, Basrief pun luluh. ‘’Iya, akan dibuka (blokir, red),’’ ujarnya.
Di tempat yang sama, Dirjen Pajak Fuad Rahmani mengatakan jika kewajiban AAG bukan hanya ada dalam ranah pidana. Dalam hal administrasi, putusan MA nomor 2239 K/PID.SUS/2012 tertanggal 18 Desember 2012 menjadi dasar Ditjen Pajak mengeluarkan surat penagihan. Surat tersebut dikeluarkan melalui proses hukum administrasi.
Tidak lama setelah putusan MA tersebut, Ditjen pajak mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan SKPKB tambahan senilai Rp1,9 triliun.
‘’Pihak AAG sudah bayar 50 persen, yaitu sebesar Rp996 miliar, lalu sisanya akan dibayar setelah ada putusan pengadilan pajak,’’ terangnya.
Sementara itu, AAG menunjuk pakar hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara dalam kasus itu. Saat dikonfirmasi kemarin, Yusril mengatakan jika dia memang menyarankan AAG untuk membayar denda tersebut.
‘’Kami ingin menunjukkan bahwa Asian Agri mematuhi putusan Mahkamah Agung sekaligus menghormati Kejaksaan Agung,’’ tuturnya.
Meski begitu, Yusril mengingatkan jika pembayaran tersebut tidak bisa menghalangi upaya hukum yang akan dilakukan AAG. Saat ini, tim kuasa hukum beserta direksi sedang mempertimbangkan upaya hukum yang akan dilakukan. Pilihannya ada dua, yakni mengajukan PK atau melanjutkan di pengadilan banding pajak.
Yusril menuturkan, ada keanehan dalam putusan MA tersebut. Hakim mengadili Suwir selaku manajer pajak AAG. Namun, yang harus menanggung hukumannya adalah perusahaan dengan cara membayar denda.
‘’Kalau kejahatan korporat, maka direksi yang didakwa,’’ urainya.
Menurut dia, putusan MA tersebut telah menghukum korporasi AAG tanpa proses peradilan. Sehingga, tidak ada kesempatan bagi AAG untuk membela diri.
Karenanya, pengajuan PK diprediksi bakal mengalami kendala karena AAG selaku korporat tidak berstatus terpidana. PK memungkinkan jika Suwir Laut yang mengajukan.
Selain itu, pihaknya saat ini juga sedang menunggu putusan banding pengadilan pajak tentang pajak terutang. Yusril mengatakan, pajak terutang sebesar Rp1,9 triliun itu belum diputus oleh pengadilan banding pajak.
Anehnya, tiba-tiba MA mengeluarkan putusan jika AAG memiliki pajak terutang Rp1,25 triliun sehingga harus membayar dua kali lipat.
Yusril menambahkan, pihaknya menginginkan Kejagung membuka blokir atas aset-aset AAG. ‘’Yang diblokir itu sebenarnya adalah proses surat-menyurat di internal AAG,’’ tambahnya. Karena surat-menyurat itu berkaitan dengan aset, maka sering disebut blokir aset.(byu/jpnn)