JAKARTA (RP) - Sidang kasus suap impor daging sapi di Pengadilan Tipikor Jakarta yang digelar, Rabu (29/5), semakin memperjelas peran Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Salah satunya, keterangan penerjemah dari Kedubes Arab Saudi, JA Jamaluddin, yang dihadirkan jaksa penuntut untuk mengartikan rekaman pembicaraan telepon antara kedua tersangak dalam sidang dengan terdakwa petinggi PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendi dan Juard Effendy.
Selain Jamaluddin, sidang kemarin juga mendengarkan kesaksian Ahmad Zaki, disebut orang dekat LHI, dan Ahmad Rozi.
Jamaluddin berkesimpulan, rekaman yang sebagiannya menggunakan Bahasa Arab tersebut, merupakan pembicaraan transaksi yang menghasilkan uang. Kondisi ini menjadikan LHI tampaknya makin sulit mengelak jika selama ini ia tidak terlibat dalam kasus tersebut.
Isi translate pembicaraan yang disampaikan Jamaluddin terungkap jika pembicaraan kedua tersangka itu terkait fee pengaturan kuota daging impor yang diinginkan PT Indoguna Utama.
Dalam percakapan itu diketahui Fathanah terkesan pembicaraannya di telepon itu didengar orang lain. Hal itu terungkap dari kalimat awal yang disampaikannya.
‘’Besok pagi, ismak..ismak ee kalam Arab ya ana. Ee ee huwa iya tudkhil tsmaniya alaf batruk ton laheim’’.
Kalimat itu dalam bahasa Indonesia berarti, ‘’Besok pagi, dengarkan, saya mau bicara bahasa Arab, Ia (laki-laki)... Dia (perempuan)... akan memasukkan 8.000 ton daging. Dengar 8.000 ton daging dia akan memberikan 40 miliar tunai’’. Kata ganti orang yang merujuk pada perempuan itu kemungkinan maksudnya Dirut PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman.
Fathanah lantas menegaskan dengan kalimat, ‘’Ee tsamaniya allaf alheim ee huwa hiya ta l kullu annukud arbaik miliar cash’’. Menurut penerjemah artinya untuk 8 ribu ton akan dibayarkan Rp40 M tunai. Luthfi pun menanggapi hal itu dengan menanyakan kebutuhan daging yang diperlukan.
Kalimat yang diucapkan LHI yakni, ‘’Eee tahil kam tsamaniya faqod.’’ Artinya, ‘’Eh itu 8.000 saja?’’. Kalimat itu seolah mematahkan pernyataan LHI dalam persidangan sebelumnya.
Dalam sidang-sidang terdahulu, LHI memang selalu bisa berkelit terhadap rekaman pembicaraan antara dirinya dan Fathanah. Dalam rekaman ini, LHI mengatakan dirinya tidak menanggapi omongan Fathanah yang dianggapnya hanya ngawur.
Kalimat lain yang dibahas dalam sidang kemarin ialah ucapan Fathanah menjawab pertanyaan LHI terkait keperluan daging.
‘’Kalau bisa asyara dua puluh-tiga puluh ribu, tapi banyak yang riil yang dia mau masukkan itu jadi lapan ribu.’’ Percakapan antara Fathanah dan LHI pun berlanjut. LHI sempat melontarkan kalimat “Ana akan minta, ana akan minta sepuluhlah ya’’. Diduga kalimat ini penegaskan LHI bahwa dirinya akan memuluskan kuota impor 10 ribu ton.
Pernyataan Lutfi lantas disahuti Fathanah, ‘’Sepuluh ribu berarti lima puluh miliar, khusin miliar.’’ Khusin miliar itulah menurut Jamaluddin, berarti lima puluh miliar uang. Dari terjemahan kalimat-kalimat itu lantas jaksa bertanya ke Jamaluddin.
‘’Menurut saudara apa makna dari percakapan tersebut,’’ ujar JPU dari KPK. Jamaluddin menjawab komunikasi keduanya menunjukkan pembahasan transaksi yang akan menghasilkan sesuatu. Termasuk di antaranya menghasilkan uang.
Menurut Jamaluddin dalam percakapan itu juga dibahas pihak ketiga. Kalimat itu salah satunya mengarah pada kata ganti orang ketika perempuan, yakni huwa. ‘’Artinya itu perempuan,’’ kata Jamaluddin.
Sita Aset LHI Lagi
Di gedung KPK, Jubir Johan Budi SP menyampaikan kalau berkas perkara Ahmad Fathanah sudah lengkap. Kemarin, berkas milik sahabat LHI itu sudah dilimpahkan ke penuntutan. Sedangkan berkas LHI yang sempat tertunda dipastikan segera menyusul. ‘’Kemungkinan berkasnya (LHI) selesai pekan ini,’’ ujarnya.
Sembari menunggu berkas mantan Presiden PKS itu rampung, KPK kembali melakukan penyitaan terhadap aset LHI. Menurut Johan Budi, yang disita penyidik adalah dua tanah dan bangungan. Pertama, tanah di desa barengkok, Bogor seluas 5,9 hektare. Ditaksir, tanah yang dimiliki sejak 2008 itu bernilai Rp3,5 miliar.
‘’Ada juga tanah dan bangunan d Loji Barat, desa Cipanas, Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Rumah itu bernilai sekitar Rp750 juta,’’ katanya.
Penyitaan itu memperpanjang daftar sita yang dilakukan KPK. Sebelumnya, lembaga antirasuah itu sudah menyita lima rumah, dan tujuh mobil.
Sementara dua saksi kunci dalam kasus ini, Ahmad Zaki dan Ahmad Rozi akhirnya muncul di persidangan Tipikor. Kemunculan dua saksi ini setelah sebelumnya dinyatakan akan dijemput paksa, sebab selalu mangkir di persidangan. Menariknya, selepas memberikan kesaksian, Ahmad Zaki langsung dibawa ke gedung KPK untuk ditahan. Keduanya menjadi saksi bagi terdakwa petinggi PT Indoguna Utama.(dim/gun/jpnn)