Rekomendasi Pemberhentian Atut Diproses

Kriminal | Minggu, 29 Desember 2013 - 08:07 WIB

Rekomendasi Pemberhentian Atut Diproses
Tersangka kasus dugaan suap penanganan sengketa Pemilukada dan Alat Kesehatan Lebak, Banten Ratu Atut Chosiyah dalam mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta. Foto: JPNN

JAKARTA (RP) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar tidak ingin ada pemimpin daerah yang tersangkut korupsi tapi masih punya kuasa. Setelah melarang pelantikan Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih, kini giliran Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah yang diminta merelakan jabatannya.

Dalam waktu dekat, lembaga antirasuah itu akan mengirimkan surat rekomendasi pemberhentian sementara Ratu Atut. Surat itu terkait dengan status tersangka Banten 1 atas kasus dugaan suap di sengketa Pilkada Lebak, Banten di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjelaskan, prosedur itu memang menjadi salah satu standar. Itu dilakukan karena Atut tidak efektif lagi dalam menjalankan fungsinya. ‘’Standarnya, apabila seorang menjadi tersangka dan ditahan, KPK membuat surat untuk dilakukan pemberhentian sementara,’’ ujarnya.

Kapan pastinya surat bakal dikirim, tergantung dengan tanda tangan Ketua KPK Abraham Samad. Mantan advokat itu mengaku belum mengecek apakah surat itu sudah dibuat, ditandatangani, dan dikirim atau belum. Dia hanya bisa memastikan kalau surat pasti ada dan segera dikirim.

‘’Alasan lain, negara akan dirugikan karena harus membayar (gaji, red) dia. Sementara dia tidak memberikan kontribusi,’’ imbuhnya. Pimpinan berusia 54 tahun itu juga tidak memungkiri kalau masih melekatnya jabatan gubernur pada diri Atut membuatnya leluasa bersikap tidak fair.

Yakni, bisa mengarahkan dan mengatur orang-orang untuk tidak menjadi saksi. Paradigma KPK, tidak perlu menunggu status kepala daerah menjadi terdakwa untuk bisa diturunkan. Tidak ada kemampuan KPK untuk menghentikan penyidikan atau SP3 membuat seluruh tersangka bakal menjadi terdakwa juga.

Di samping itu, diyakini kalau pemberhentian istri almarhum Hikmat Tomet itu dari pucuk pimpinan Banten akan mempermudah proses penyidikan. Dilanjutkan Bambang, KPK saat ini mendorong agar pemerintah bisa tegas dalam mengambil posisi dan sikap. Terutama pada kepala daerah yang terjerat kasus.

‘’Ada pengalaman-pengalaman, orang-orang yang menjadi tersangka itu masih mempunyai kewenangan. Kalau itu yang terjadi bisa bahaya bagi proses penegakan hukum. Ketika dia sudah diberhentikan, akan lebih mudah prosesnya,’’ tutur Bambang.

Terpisah, para kuasa hukum Atut menampik tuduhan KPK. Dia menyebut pemerintahan di Banten masih baik-baik saja. Malah, Atut akan segera koordinasi dengan Sekda Provinsi Banten untuk mengurus hal itu. TB Sukatma, kuasa hukum Atut memastikan roda pemerintahan tetap berputar normal.

Apalagi, sudah ada komunikasi dengan Rano Karno selaku wakil gubernur. Lebih lanjut dia menjelaskan, pertemuan antara Atut dan Sekda akan berlangsung sesuai aturan. Yakni, di Rutan Pondok Bambu tempat kliennya ditahan. ‘’Memang ada rencana Sekda berkoordinasi dengan ibu Atut,’’ katanya.

Firman Wijaya, kuasa hukum Atut lainnya juga demikian. Dia menolak disebut kalau penahanan Atut membuat pemerintahan Banten goyang. Malah, dia berharap agar penahanan sosialita itu tidak mengisolasi kewenangannya sebagai gubernur. Kalau itu bisa terjadi, dia yakin semua bakal berjalan baik.

‘’Ibu dalam posisi diisolasi, jadi belum bisa bertemu dengan unsur pemerintahan. Saya rasa, mekanisme ini perlu dibenahi,’’ ucapnya. Misi lainnya, Firman berharap agar penahanan kota bisa diterapkan pada Atut. Tidak seperti penangguhan penahanan yang sudah ditolak KPK. (gun/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook