60 Persen Kredit Macet Milik Bank BUMN

Kriminal | Sabtu, 29 September 2012 - 08:37 WIB

Laporan JPNN, Jakarta

Fitch Ratings menilai keputusan Mahkamah Konstitusi untuk memisahkan piutang BUMN dari keuangan negara, bakal menguntungkan bank-bank BUMN. Dua bank yang bisa menarik keuntungan dari putusan ini adalah Bank Mandiri dan Bank BNI. Terlebih lagi 60 persen kredit macet yang ada saat ini adalah milik kedua bank tersebut.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Direktur PT Fitch Ratings Indonesia, Iwan Wisaksana mengungkapkan, Bank Mandiri dan Bank BNI yang masing-masing memiliki rating AAA dan AA+ tersebut, akhirnya dapat merestukturisasi piutangnya sendiri. Saat ini, dia menyebutkan, warisan kredit macet di bank-bank BUMN yang sudah tidak dibukukan lagi (off balance sheet) yang diperkirakan mencapai 9,5 miliar dolar AS. Angka tersebut setara dengan 54 persen modal dasar bank-bank BUMN.

“Nah kedua bank itu (Mandiri dan BNI, red) memiliki 60 persen dari kredit macet tersebut. Sehingga menurut kami, Mandiri dan BNI akan menerima manfaat yang besar atas keputusan MK,” jelasnya. Dengan membaiknya laporan kredit macet, maka jika dilakukan sistem hair cut (hapus hutang), maka Fitch Ratings pun memproyeksi rasio pencadangan modal atau capital adequacy ratio (CAR) bank BUMN bakal meningkat. “Akibat keputusan ini, kami proyeksi angka CAR bisa naik 2 persen. Namun, kami tidak berekspektasi lebih, akibat dari putusan MK, ada implikasi rating kedua bank ini akan meningkat,” jelasnya.

Sebagai catatan, sebelum adanya putusan MK tersebut, piutang bank-bank BUMN masuk dalam piutang negara. Sehingga bank-bank plat merah tersebut tak dibebaskan melakukan restrukturisasi piutang yang sudah lama, lantaran penagihan dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Padahal, PUPN sendiri tak memiliki kewenangan dalam memberikan hair cut atau pemangkasan pokok utang. Hal itu dianggap merugikan keuangan negara. “Sehingga, kondisi ke depan, akan memperbaiki tingkat kredit macet (non performing loan/NPL) di bank-bank BUMN. Secara langsung, pencadangan dana mereka atas utang macet itu bakal berkurang dan bisa kembali masuk ke dalam modal,” tuturnya.

Dia menjelaskan, dalam jangka pendek, bank BUMN akan mendapatkan untung dari pemulihan NPL yang sudah dihapusbukukan. “Ini bakal menambah kapitalisasi inti bank-bank BUMN, sehingga bisa menumbuhkan kredit di tengah keterbatasan dana segar,” paparnya. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Ahmad Erani Yustika mengatakan setelah adanya kebijakan baru ini, maka akan membuat struktur keuangan bank-bank BUMN akan lebih bagus. Namun, Erani menyebutkan, semestinya ada pengecualian sistem hair cut. Misalnya hair cut bisa dilakukan untuk kredit macet perseroan yang tertimpa kondisi ekonomi yang betul-betul force majeur atau di luar dugaan. Seperti adanya krisis ekonomi dan bencana alam.

“Namun, kalau kredit macet yang dihapuskan itu sarat moral hazard, seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998, saya rasa itu nggak adil. Intinya harus dipilah,” ujarnya. Erani menjelaskan, krisis ekonomi pada 1997-1998 terjadi suatu moral hazard dalam bidang perbankan. Yakni sebuah bank bahkan memberikan kredit sampai 70 persen pada anak perusahaanya yang masih satu induk. Padahal, seharusnya sesuai dengan aturan legal lending limit, bank tidak boleh memberikan kredit lebih dari 20 persen pada perusahaan yang masih satu induk.(gal/sar)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook