JAKARTA (RP) - Janji Mabes TNI AD untuk segera membawa pelaku penyerangan lapas Cebongan tak kunjung terwujud. Padahal, penyidikan sudah satu bulan lebih sejak serangan maut (23 Maret) yang menewaskan empat orang itu.
"Sikap TNI AD yang tidak terbuka ini merupakan bentuk ketidakseriusan melakukan pengungkapan kasus Cebongan," ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Haris Azhar di Jakarta, Minggu (28/04). Kontras adalah pendamping empat korban yang tewas. Yakni, Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, Adrianus Candra Galaga, Yohanes Juan Mambait, Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu.
Alumnus Essex University itu menambahkan sejak awal Kontras sudah ragu ketika kasus Cebongan dibawa ke pengadilan militer. "Unsur tranparansi yang dijanjikan hingga kini belum terwujud, fakta sebenarnya tidak diungkap," katanya.
Haris menilai lambannya penyidikan karena penyidik memiliha-milah fakta yang akan disajikan ke persidangan. "Ada yang nanti akan direduksi, misalnya soal motif dari Hugos Cafe, pasti tidak akan diungkapkan," katanya.
Anehnnya lagi, tidak pernah ada rekonstruksi terbuka yang menghadirkan tersangka di lapas Cebongan yang bisa diakses media. "Seharusnya ada olah TKP, ada reka ulang, ini kok tidak ada. Berarti ada yang ditutup-tutupi," katanya.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Rukman Ahmad belum bisa dimintai tanggapan soal tudingan Kontras. Hingga semalam nomer ponselnya tidak merespon panggilan. Namun, dalam penjelasan sebelumnya Rukman mengklaim penyidikan sudah hampir tuntas. "Akan disidangkan di Jogjakarta," katanya.
Informasi yang didapatkan dari Detasemen Polisi Militer Kodam IV Diponegeoro, tahap pemberkasan dan pemeriksaan baik saksi maupun tersangka sudah selesai. Setelah itu berkas akan disempurnakan dalam konstruksi pasal dan dilimpahkan ke Oditurat Militer Jogjakarta.
Berkas yang dinilai siap disidangkan akan dibawa ke Pengadilan Militer Jogjakarta dan disidangkan disana. Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo dalam beberapa penjelasan sebelumnya menjelaskan persidangan akan terbuka untuk umum.
Terpisah, melalui pesan pendek Wamenkum HAM Denny Indrayana mengatakan kalau penghargaan itu memang layak diberikan. Sebab, para petugas sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. "Penghargaan harus diberikan karena mereka telah berkorban dalam melaksanakan tugas," ujarnya.
Dia mengapresiasi para petugas yang mencoba bertahan melaksanakan prosedur yang berlaku. Seperti tidak asal membuka pintu penjara meski oknum Kopassus yang menyaru sebagai polisi membawa surat palsu. Hingga akhirnya para pelaku pembunuhan itu melakukan tindak kekerasan pada petugas.
"Namun, para pelaku tetap harus diberi sanksi yang tegas," kata Denny. Memang, selama ini KemenkumHAM ngotot agar kejadian itu diberi hukuman yang tegas. Denny juga sempat berharap agar proses persidangan dilakukan terbuka agar bisa dikawal bersama-sama.(rdl/dim)