KPK Tidak Ingin Kroni Hambit di Pemerintahan

Kriminal | Sabtu, 28 Desember 2013 - 05:33 WIB

JAKARTA (RP) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menolak pelantikan Hambit Bintih, tersangka suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Kemarin, lembaga antirasuah itu menjelaskan secara utuh alasan penolakan itu. KPK berharap, setelah ini tidak ada lagi keringanan bagi calon kepala daerah koruptor.

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto menjelaskan kalau semua ini bukanlah masalah dilantik cepat supaya bisa segera dihentikan. Kalau sudah dilantik, maka Hambit Bintih selaku Bupati Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah bakal terikat dengan aturan-aturan. Salah satunya, baru bisa diberhentikan kalau sudah jadi terdakwa.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Itu artinya, pemberhentian Hambit tidak bisa dihentikan dalam waktu dekat. Dikhawatirkan, selama itu Hambit bisa membuat kebijakan-kebijakan yang tidak propemberantasan korupsi. Di samping itu, negara akan merugi karena membayar gaji Hambit sebagai bupati.  ‘’Sudah dibayar, tidak efektif pula,’’ ujarnya.

Pria yang akrab disapa BW itu menambahkan, setelah dilantik bakal muncul persoalan distrust. Bagaimana mungkin publik akan percaya kalau pemerintahan Hambit Bintih bersih dari korupsi. Menuju kursi pimpinan saja, Hambit sudah melakukan tindakan yang menyimpang dengan member suap pada Akil.

‘’Sebagai tersangka, ada banyak hambatan-hambatan yang membuat dia tidak bisa melakukan kewajibannya,’’ urai mantan advokat itu. Dia menyebutkan apa yang dilakukan KPK saat ini bukan sekadar penegakan korupsi. Tetapi, juga untuk membantu pemerintah agar tidak terjadi distrust yang meluas.

Itulah kenapa, begitu mendapat dua surat (salah satunya dari DPRD Kabupaten Gunung Mas, soal permohonan izin agar Hambit menghadiri pelantikan) langsung diadakan rapat pimpinan. KPK harus segera mengambil sikap karena DPRD merencanakan pelantikan pada Selasa 31 Desember 2013 di aula Kemendagri Jalan Merdeka Utara. KPK lantas memutuskan tidak memberi izin pelantikan. Dasarnya, Hambit harus membaca sumpah jabatan, bahwa dia harus menyatakan sebagai kepala daerah akan melakukan Peraturan dan UU selurus-lurusnya.  ‘’Sesungguhnya, dia sudah tidak layak lagi menjadi kepala daerah. Bagaimana dia menjalankan UU selurus-lurusnya,’’ tanya BW.

Di samping itu, tidak ada satu pasal pun dalam UU Pemerintah Daerah yang menyebut seorang tersangka boleh dilantik. UU tersebut hanya menyatakan yang boleh dilantik adalah sosok terpilih. Tap MPR juga sudah menyebutkan kalau tindak pidana korupsi harus dihadapi dengan sikap tegas. ‘’Soal kepatutan dan keadilan, saya ingin berpihak pada kepentingan publik,’’ tegasnya.  Soal perdebatan bahwa seseorang baru bisa dicopot setelah menjadi terdakwa, KPK punya jawaban simpel. 

‘’Untuk menjadi tersangka, harus ada bukti permulaan. Orang yang sudah jadi tersangka pasti jadi terdakwa. KPK juga tidak boleh SP3,’’ tuturnya.(dim/dod/fal/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook