Laporan KASMEDI, Rengat kasmedi@riaupos.co
Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Rengat mengungkap temuan baru pada dugaan korupsi sisa anggaran APBD Inhu tahun 2012 dari tersangka mantan Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah Kabupaten Inhu, Rosdianto.
Sebelumnya, penyidi hanya menemukan dugaan kerugian negara sebesar Rp2,4 miliar, kali ini menjadi Rp2,8 miliar.
‘’Perhitungan sementara, diketahui ada penambahan kerugian negara berdasarkan bukti dan keterangan sejumlah saksi yang telah dimintai keterangan. Namun, saat ini kita belum bisa menyebutkan penyebab bertambahnya kerugian negara atas kasus tersebut. Sebab masih ada beberapa tambahan keterangan saksi yang perlu kita lengkapi,’’ jelas Kepala Seksi Intel Kejari Rengat Restu Andi Cahyono, Senin (27/1).
Dijelaskan Restu, dari total Rp2,8 miliar kerugian negara atas kasus dugaan korupsi sisa anggaran APBD Inhu tahun 2012 tersebut dan tersangka Rosdianto sudah berupaya mengembalikan dengan cara mencicil dengan total mencapai Rp200 juta yang disetorkan melalui kas daerah. Meski demikian, hal itu tidak akan menghilangkan perbuatan melawan hukum yang telah dia lakukan.
Untuk itu, pihaknya masih terus menggesa agar kasus tersebut bisa segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Bahkan, sejauh ini penyidik Kejari Rengat sudah memeriksa sejumlah saksi dari lingkungan Pemkab Inhu, di antaranya Tim Inspektorat Pemkab Inhu yang sebelumnya juga telah melakukan pemeriksaan atas kasus ini, mantan Kepala Bagian Keuangan Sekda Inhu.
‘’Untuk Sekda, penyidik akan kembali memeriksa sebagai saksi karena ada beberapa keterangan yang perlu dilengkapi,’’ ucapnya.
Selain Rosdianto, Kejari Rengat juga sudah menetapkan mantan Bendahara Pembantu Pengeluaran, Putra Gunawan sebagai tersangka dalam kasus yang sama dengan kerugian negara senilai Rp109 juta. Putra Gunawan juga sudah mengembalikan seluruh anggaran yang diduga dikorupsi tersebut.
Namun, pengembalian dilakukan pada Februari tahun 2013. Sehingga tidak menghilangkan pidana yang ia lakukan.
Kedua tersangka diproses dengan berkas terpisah dan tersangka dijerat pasal 2 ayat 1, pasal 3, dan pasal 8 Undang-undang No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Pencantuman pasal 8 tersebut karena status tersangka sebagai bendahara sehingga telah melakukan tindakan penggelapan.
‘’Untuk ancaman hukuman, pasal 8 maksimal 13 tahun penjara, sedangkan pasal 2 dan pasal 3 maksimal 20 tahun penjara,’’ terangnya.(mng)