KPK Minta Mendagri Tidak Melantik Hambit

Kriminal | Kamis, 26 Desember 2013 - 09:40 WIB

JAKARTA (RP) - Pelantikan Hambit Bintih ikut menjadi polemik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Lembaga antirasuah sendiri tidak setuju dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang masih memaksakan tetap melantik calon bupati yang terseret kasus suap sengketa Pilkada di MK itu.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Namun mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai Hambit harus dilantik agar bisa dipecat.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan Mendagri harus berani melawan koruptor yang memang mesti dibuat jera. Menurut pria yang akrab disapa BW ini, pelatikan itu memang hak konstitusi yang bersangkutan. Namun semestinya pelaksanaannya tidak boleh merugikan negara.

‘’Apalagi merugikan hak rakyat sebagai pemilik kedaulatan yang sebenarnya,’’ ujarnya.

Bambang khawatir jika pelantikan itu tetap dipaksakan, maka orang makin tidak precaya terhadap kepala daerah yang mereka pilih sendiri.

Seseorang koruptor yang ditahan dan tetap dilantik sebagai kepala daerah juga tidak akan bisa memimpin secara efektif. ‘’Oleh karena itu, Kemendagri harus berani tidak populis,’’ terangnya.

Juru bicara KPK Johan Budi SP menambahkan, pihaknya memang sudah menerima surat dari Kemendagri. Isinya, soal pelantikan Hambit.

Namun, hingga kini belum ada keputusan mengenai mekanisme pelantikan. Sebab, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan pelantikan.

Pihaknya belum bisa memberikan kepastian karena harus melalui rapat pimpinan terlebih dahulu. Kalaupun harus ada pelantikan resmi, bisa jadi bakal dilakukan di Rutan Guntur tempat Hambit ditahan.

‘’Mungkin Jumat baru ada keputusan dari pimpinan,’’ tuturnya.

Mantan Ketua MK Mahfud MD punya penilaian sendiri terhadap rencana pelantikan Hambit Bintih.  Menurut dia hal itu memang harus dilakukan pemerintah terhadap kepala daerah terpilih.

‘’Salah kaprah kalau kemudian banyak yang meminta tidak usah dilantik atau diangkat,’’ ujarnya.

Dia memang setuju kepala daerah terpilih yang tersangkut korupsi memang harus diberhentikan. ‘’Tapi langkah pemberhentian tidak bisa dilakukan tanpa didahului dengan pengangkatan,’’ terang Mahfud. Menurut dia hal itu sudah merupakan ketentuan prosedural.

Mahfud lantas mencontohkan pengangkatan dan pemberhentian mantan Bupati Jefferson Soleiman Rumajar. ‘’Waktu itu kan dilantik pukul 11 dan dipecat pukul 12,’’ ujar Mahfud.

Sementara itu, Hambit Bintih sendiri pasrah dengan putusan pemerintah.

‘’Saya mengikuti semua proses yang ada saja,’’ ujar Hambit yang kemarin mengikuti misa Natal di Auditorium KPK yang berada di lantai 1 Gedung KPK, Jakarta. Istri Hambit, Rusiati pun menyatakan hal yang sama. Saat membesuk suaminya di Gedung KPK, Rabu (25/12), Rusiati mengaku bersama keluarga siap datang menghadiri pelantikan jika memang hal itu terjadi. ‘’Kami belum tahu juga kan semuanya belum pasti,’’ terangnya.

Keputusan Kemendagri untuk tetap melantik Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas, terus menuai protes. Menurut pakar hukum tata negara Jimly Asshiddique, pelantikan tersebut sepantasnya tidak dilakukan.

Dia menilai keputusan Mendagri tersebut mencerminkan formalitas demokrasi yang ada. Dia menekankan, seharusnya pemerintah, khususnya Mendagri tidak sekadar menerapkan tata aturan perundang-undangan secara kontekstual tanpa mengindahkan substansi di dalamnya.

‘’Ini (aturan) cuma dibicara titik dan komanya. Melihat hukum seharusnya tidak seperti. Hukum itu kan alat sarana dari keadilan dari ide kemuliaan. Jadi jangan hanya melihat hukum itu titik dan koma saja,’’ papar Jimly saat dihubungi koran ini, kemarin.

Jimly mengakui bahwa sesuai aturan perundangan, Hambit memiliki hak konstitusional untuk dilantik menjadi Bupati Gunung Mas, sekalipun yang bersangkutan sudah berstatus tersangka. Namun, hal tersebut dinilai merupakan tindakan pemborosan. Sebab, setelah ditetapkan sebagai terdakwa, Hambit harus diberhentikan.

Selain itu, dalam proses hukum di KPK, tidak ada Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

‘’Itu kan jaraknya antara penetapan tersangka sampai menjadi terdakwa kan tidak lama. Ya itulah kalau kita membaca konstitusi hanya grammatical reading. Seharusnya kita membaca moral philosophical reading bukan hanya grammatical reading,’’ paparnya.

Sebenarnya, lanjut Jimly, ada cara lain yang bisa ditempuh untuk membatalkan rencana pelantikan tersebut. Dia menuturkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah pihak yang berwenang menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) pengangkatan Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas.

‘’Jadi Presiden sebenarnya bisa mencabut Keppres tersebut,’’ imbuhnya.

Di sisi lain, Mendagri Gamawan Fauzi belum ingin mengkomentari pernyataan dari Bambang terkait rencana pelantikan Hambit sebagai bupati Gunung Mas di sel KPK.

Namun Gamawan mengatakan bahwa masalah tersebut dapat ditanyakan langsung ke Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Teras Narang.

‘’Sebaiknya yang menjawab masalah ini Gubernur Kalteng. Karena menurut UU kewenangan melantik adalah gubernur,’’ kata Gamawan ketika dihubungi JPNN. Sebelumnya, Gamawan pernah menyatakan bahwa pelantikan Hambit dapat dilakukan di dalam sel tahanan KPK. Selain itu, Gamawan menjelaskan bahwa meski berada di sel tahanan KPK, Hambit berhak untuk dilantik sebagai bupati karena statusnya yang masih tersangka.

‘’Dia dipilih secara resmi dan sah. MK pun menyatakan dia dipilih. Dia hanya tersangka belum terpidana, hormati hukum dan pelantikan,’’ ujar Gamawan.(dim/gun/ken/dod/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook