Dicurigai Barter Bailout Century dengan Jabatan Wapres

Kriminal | Senin, 25 November 2013 - 05:23 WIB

JAKARTA (RP) - Tidak dilibatkannya Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla (JK) dalam pengambilan keputusan bailout Bank Century menunjukkan adanya niat menggunakan dana publik untuk kepentingan politik. Karena itu JK bisa menjadi pintu masuk bagi penuntasan skandal yang merugikan negara hingga Rp 6,7 triliun tersebut.

“Dalam sistem tata negara kita, jika Presiden di luar negeri maka Wakil Presiden otomatis mengambil alih. Tidak boleh ada keputusan penting di dalam negeri tanpa sepengetahuan Wapres. Namun ternyata Pak JK sama sekali tidak dilibatkan dalam bailout Bank Century. Ini sangat aneh dan menyalahi prosedur,” kata Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, kepada wartawan, Ahad (24/11).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Keputusan penyelamatan Bank Century diambil oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK). Meski demikian, lanjut Rizal, sebagai organisiasi tersendiri KSSK juga harus melapor kepada Presiden. Jika Presiden tidak ada, maka laporan  disampaikan kepada Wakil Presiden. Pada konteks ini kata dia menjadi aneh kalau Wapres Jusuf Kalla sama sekali tidak diberi laporan proses dan pengambilan keputusan menalangi Bank Century.

"Dari penjelasan pak Jusuf Kalla di KPK, sudah terang-benderang siapa dalang dari skandal ini, yaitu Boediono yang menyuruh ini. Sebagai Gubernur BI, dia bahkan dua kali mengubah Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang CAR agar Bank Century bisa di-bail out. Jadi, Boediono adalah orang yang paling bertanggung jawab. Kasihan anak buah Boediono yang tidak mengerti apa-apa sudah jadi tersangka dan masuk penjara. Masa tidak ada rasa prihatin dan kesatria dari Boediono," katanya.

Di sisi lain, Rizal Ramli menduga bisa jadi Boediono memang tidak menerima uang skandal tersebut. Tapi dia dianggap menerima gratifikasi lain, yaitu janji berupa jabatan Wakil Presiden. Boediono sebelumnya tidak termasuk dari 9 calon wakil presiden yang diumumkan Presiden SBY. "Begitu PBI tentang CAR diturunkan supaya Bank Century bisa bailout, Boediono langsung muncul sebagai calon wakil presiden," ungkap Rizal.

Kasus serupa kata Rizal Ramli, dulu juga terjadi pada Bank Bali. Selaku Gubernur BI, Sjahril Sabirin tidak menerima uang satu rupiah pun. Namun dia dijanjikan jika gol pengeluaran uang Bank Bali, Sjahril akan ditunjuk jadi Gubernur Bank Indonesia untuk lima tahun lagi.

"Jadi dalam kasus-kasus kerah putih, gratifikasinya tidak selalu dalam bentuk uang, melainkan bisa juga berupa jabatan. Pelakunya diminta melakukan sesuatu yang sangat merugikan negara," kata Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) itu.

Lebih lanjut Rizal menyatakan sependapat dengan JK, bahwa tidak sulit menuntaskan skandal Century. Caranya, cukup dengan menelusuri atau follow the money. Langkah tersebut pernah dilakukan saat mengusut skandal Bank Bali, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit aliran dana sampai lima lapis. Dari situ menurut Rizal, bisa diketahui kemana aliran dananya dan siapa saja yang menerima.

"Seharusnya BPK meminta Bank Indonesia melakukan audit aliran dana. Teman-teman saya di BI mengatakan, dalam waktu kurang dari satu bulan sudah bisa diketahui aliran uang itu kemana saja. Tapi hal itu sengaja tidak dilakukan untuk melindungi seseorang. Kalau benar-benar mau menuntaskan, minta saja audit. Bisa jadi beberapa account sudah ditutup karena sudah terlalu lama. Namun tetap bisa diketahui dengan melakukan diaudit investigasi,” usul Rizal Ramli.

Dikatakannya, banyak hal aneh pada proses bailout Century. Di seluruh dunia, operasi penyelamatan bank dilakukan melalui transfer dan dalam tempo hanya beberapa hari. Namun pada Century, bail  out justru lebih banyak dilakukan dengan uang tunai dan prosesnya berlangsung berbulan-bulan.

Meksi begitu, ujar Rizal, KPK bisa menelusuri aliran dana tunai itu dengan cara menyita buku besar (log book) BI. Pada setiap pengeluaran uang dari BI tercatat dalam buku besar. Di sana terdata dengan jelas siapa yang menerima, dalam pecahan berapa, bahkan nomor mobil yang mengirim pun ada.

"Sayangnya skandal Century masih berkutat pada FPJP-nya. Sedangkan dana yang Rp 6,7 triliun justru belum disentuh KPK. Ini menunjukkan ada upaya intervensi kekuatan tertentu untuk melindungi orang tertentu. Rakyat harus bertanya ke KPK, ada apa? Siapa yang mengintervensi?" ungkapnya. (fas/jpnn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook