JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Pemohon uji materi UU Pilpres Effendi Ghazali mengatakan bahwa terdapat beberapa bukti adanya upaya sistematis untuk melakukan pembohongan, atau mengutip dari istilah Fadjroel Rachman, sengaja menggagalkan Pemilu Serentak dilaksanakan 2014.
"Coba lihat bukti yang mencolok mata. Saya dan kawan-kawan mengajukan PUU 10 Januari 2013. Sidang selesai 14 Maret 2013. Pada kesimpulan yang dimasukkan pemohon jelas pada bagian akhir dituliskan, kami meminta MK memberi keputusan sebelum 9 April 2013 agar tidak mengganggu tahapan Pemilu 2014 yang sedang berlangsung," terang Effendi.
Efendi juga membeberkan bawha pada Putusan MK UU Pilpres kemarin tertulis bahwa keputusan diambil pada RPH tanggal 26 Maret 2013. Padahal, Ketua MK saat itu Mahfud berjanji akan membacakan keputusan di awal April 2013. "Tapi apa? Keputusan MK akhirnya dibacakan 23 Januari 2014," pungkasnya.
Dia juga menuturkan bahwa pembacaan putusan yang ditunda hingga 10 bulan tersebut sangat penuh dengan alasan dari MK. Beberapa alasan yang dimaksud antara lain adalah tidak bisa dilakukan 2014 karena keterbatasan waktu, masalah teknis, dan akan mengacaukan tahapan-tahapan Pemilu 2014 yg sedang berlangsung, juga butuh UU baru, dan sosialisasi.
Di tengah-tengah urutan kronologis tersebut, lanjutnya, ada peristiwa di mana kuasa hukum pemohon Wakil Kamal mengirim surat ke MK pada 20 Mei 2013 untuk menanyakan kapan keputusan tersebut dibacakan. "Dijawab oleh Panitera MK dengan mengutip arahan ketua MK bahwa RPH masih berjalan secara tertutup," ungkapnya.
Dia menyatakan bahwa surat balasan dari MK tersebut semakin menunjukkan adanya upaya menggagalkan Pemilu Serentak yang sesuai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara sistematis dan berkali-kali. "Buktinya keputusan RPH yang sudah ada pada 26 Maret 2013, dalam surat MK 30 Mei 2013 dinyatakan bahwa RPH masih berjalan sehingga belum ada keputusan," bebernya. (jpnn)