Kebocoran Pertamina Rp917 M

Kriminal | Minggu, 24 November 2013 - 08:49 WIB

Kebocoran Pertamina Rp917 M
Grafis: Aidil Adrie/Riau Pos

JAKARTA (RP) - Hasil audit BPK semester I tahun 2013 mengejutkan. Sesuai audit  BPK tersebut, indikasi kerugian negara di salah satu perusahaan BUMN bergerak di sektor migas itu mencapai Rp917.734.690.000 dan 306.670 dolar AS. Nilai kerugian berlangsung sejak 2009 hingga 2013. Hingga laporan BPK dikeluarkan, Pertamina belum menindaklanjuti hasil audit pada semester pertama 2013 tersebut.

Pengelolaan sektor migas terus mendapat perhatian banyak pihak  pasca penangkapan Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Sesuai audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester 1 tahun 2013, aparat penegak hukum didorong untuk pula menindaklanjuti indikasi kebocoran keuangan negara di PT Pertamina.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Kerugian negara ini juga belum sama sekali dilanjuti oleh aparat hukum, baik itu kejaksaan, kepolisian, ataupun KPK,’’ kata Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi di Jakarta kemarin (23/11).  Aparat penegak hukum, menurut dia, perlu untuk aktif meminta pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara yang telah diungkap BPK tersebut. ‘’Sebab, di kasus Pertamina ini seperti ada modus penyimpangan,’’ nilai Uchok.

Dia menyebut, di antaranya menyangkut realisasi cost recovery. Cost recovery adalah suatu biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah atas hasil kerja investor untuk membuka lahan produksi migas jika memenuhi standar produksi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pada 2009, beber Uchok, di wilayah kerja eks Pertamina Block pada BP Migas dan KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) PT Pertamina EP terdapat beberapa transaksi biaya tidak terwujud (intangible) dari pemboran sumur produksi. Atau, ada work over (pekerjaan untuk menambah produksi) yang tercatat ganda dalam kategori anggaran biaya operasi (ABO) dan anggaran biaya investasi (ABI) sekaligus. Nilainya sebesar 5.291.160 dolar AS.

Masih terkait realisasi cost revovery, BPK juga menemukan transaksi dry hole (eksplorasi tidak mendapat sumur minyak) sumur argowangi (AGW-A) yang juga dicatat ganda dalam kategori ABO dan ABI. Nilainya sebesar Rp39.167.086.423.  

     

Selain itu, lanjut dia, indikasi kerugian negara juga ditemukan di pos CSR (corporate social responsibility). Pada 2011 dan 2012, terdapat kegiatan yang dilakukan dengan bekerja sama kopassus/TNI AD yang pembayaran kegiatannya menggunakan rekening pribadi.

Hal tersebut jelas bertentangan dengan UU No.17 tahun 2003 tentang keuangaan negara, dan UU No.1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. Sebab, Kopassus/TNI AD merupakan instansi pemerintah yang terikat dalam aturan-aturan pemerintah.

‘’Persoalan CSR Pertamina menunjukkan manajemen perusahaan ini masih amburadul,’’ nilai Uchok.

Sebab, imbuh dia, masih berdasar temuan kerugian negara oleh BPK, juga diungkap bahwa ada pelaksanaan penandatanganan surat permintaan pembayaran (SP3) atas 31 kegiatan CSR di lingkungaan Corporate Secretary yang melebih batas aturan pelimpahaan kewenangan pemberian bantuan. Total nilainya mencapai Rp76.969.685.707.

‘’Aparat hukum tidak boleh berdiam diri dan menganggap hal-hal seperti ini ini hal biasa, temuan ini mutlak harus ditindaklanjuti. Karena yang namanya korupsi itu dimulai dari kesengajaan melakukan kesalahaan administrasi,’’ tegas Uchok kembali.(jpnn/dyn)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook